Sirrul Asror //“Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar”atau“rahasia dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat diperlukan”


3. PERMULAAN PENCIPTAAN
Semoga Allah s.w.t memberikan kamu kejayaan didalam amalan-amalan kamu yang disukai-Nya dan Semoga kamu memperoleh keridhaan-Nya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang aku katakan.
Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman:
“Aku ciptakan ruh Muhammad daripada cahaya Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada permulaan diciptakan-Nya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah ciptaan hakikat Nabi Muhammad s.a.w, Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, karena dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
“…..Sesungguhnya telah datang kepada kamu dari Allah, cahaya dan kitab yang menerangkan”. (Al-Maidah, ayat 15)
Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) karena dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam karena dia menyebarkan hikmah dan ilmu serta dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.
Ruh Muhammad adalah zat atau hakikat dari segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w menyatakan hal ini dengan sabdanya, “Aku daripada Allah dan sekalian yang lain daripadaku”. Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian ruh-ruh dari ruh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama sekalian kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun setelah diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain dari arasy. Kemudian Dia hantarkan ruh-ruh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya" (Surah Tin, ayat 5)
Dia hantarkan cahaya itu dari tempat ia diciptakan, dari alam luhut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keEsaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, kenyataan sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab kepunyaan ruh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan ruh-ruh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan ‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘ruh rohani’. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka menjadi ‘ruh manusia’. Kemudian dari dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging dan berdarah.
“Daripadanya (bumi/tanah) Kami (Allah) menjadikan kamu dan kepadanya Kami (Allah) akan mengembalikan kamu, dan daripadanya Kami (Allah) akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”. (Surah Ta Ha, ayat 55)
Setelah tahap ini Allah memerintahkan ruh-ruh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka pun masuk.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku…”. (Surah Shaad, ayat 72)
Sampai masanya ruh-ruh itu terikat dengan badan, dengan darah dan daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka:
“Adakah aku Tuhan kamu? Mereka telah menjawab:Iya, bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar dan janji mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun, sumber dari segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani mereka lalu Dia turunkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah........”. (Surah Ibrahim, ayat 5)
yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah’.
Susul menyusul Rasul-Rasul telah diutus ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah memberi peringatan kepada manusia serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka. Tetapi mereka yang mengingat-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurang dan terus berkurang ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutus hingga munculah Ruh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia dari kehancuran karena lalai. Allah Yang Maha Tinggi mengutusnya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang terlelap. Tujuannya ialah mengingatkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran serta untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata........”.  (Surah Yusuf, ayat 108).
Ia menyatakan jalan Nabi Muhammad s.a.w. Baginda s.a.w dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda, “Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Barang siapa dari mereka yang kamu ikuti maka kamu akan temui jalan yang benar”.
Pandangan yang jelas (basirah) datangnya dari mata kedalam ruh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang menyatu dengan Allah, menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang memerlukan pengetahuan yang datangnya dari alam ghaib yang tersembunyi pengetahuan yang mengalir dari kesadaran Ilahi.
“.....dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)”. (Surah Kahfi, ayat 65).
Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang mempunyai pandangan dalam (basirah) yang mata hatinya terang, dan pendapat serta saran dari orang yang seperti ini adalah sangat diperlukan. Guru yang demikian, yang dapat memupuk pengetahuan orang lain, seorang yang menyatu dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah karena melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar dikurniakan-Nya kepadamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkan:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali Imraan, ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhanmu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat dilalui lagi dan pengembara tidak ada lagi. Kita tidak datang kebumi ini untuk menghancurkan dunia ini. Kita diturunkan ke dunia bukan untuk makan, minum dan berak. Ruh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda s.a.w berdukacita melihat keadaanmu. Baginda s.a.w telah mengetahui apa yang akan berlaku dihari kemudian dan baginda s.a.w bersabda, “Dukacitaku adalah untuk umat yang aku kasihi yang akan datang kemudian”.
Apa saja yang datang kepadamu dalam bentuk wujud (nyata) atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan syari’at dan tersembunyi dalam bentuk makrifat. Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan zahir kita dengan mematuhi peraturan syari’at dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperoleh makrifat. Bila zahir dan batin kita menjadi satu dan makrifat dengan peraturan agama (syari’at) bersatu, seseorang itu akan sampai kepada makom yang sebenarnya (hakikat).
“Dia alirkan dua laut, padahal kedua-duanya bertemu. Antara dua itu ada dinding yang kedua-duanya tidak mampu melewatinya”. (Surah Imraan, ayat 19 & 20).
Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan atau melalui pancaindera tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai tujuan, sumber, yaitu Zat. Ibadah dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syari’at dan makrifat. Allah berfirman:
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdikan diri kepada-Ku”. (Surah Dzaariyat, ayat 56).
Dalam perkataan lain, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Daku’. Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia bisa memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan bermakrifat kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan untuk mengenali-Nya dapat dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan mengilapkannya hingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar dari rahsia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”.
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperoleh makrifat.
Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya yaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang membimbing kepada Zat Allah tidak diperoleh dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau ruh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus”. (Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah mendapatkan keadaan ini melalui roh kudus (suci) yang dikaruniakan kepada mereka.
Kedua makrifat tersebut tersusun dari makrifat yang mempunyai dua aspek; makrifat kerohanian dari dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang wujud Allah, satu lagi didalam hati manusia. Inilah yang diperlukan untuk mencapai tujuan kita”.
Pada tingkat permulaan seseorang memerlukan pengetahuan syari’at. Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang menyatu didalam alam sifat-sifat dan nama-nama. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, dimana seseorang masuk kedalam bidang yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada tingkat permulaan ini seseorang harus meninggalkan segala-galanya bahkan yang tidak dipersetujui oleh syariat, kekhilapan didalam melakukan perbuatan yang baik mestilah dihapuskan. Perbuatan yang baik mestilah dilakukan dengan cara yang benar, sebagaimana yang dilakukan pada jalan sufi. Keadaan ini dapat dicapai dengan melatih diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak disetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu. Berhati-hatilah didalam beramal agar amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata kerana Allah, demi mencari keridhaan-Nya. Allah berfirman:
“Barangsiapa berharap menemui Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatu dengan Allah dalam ibadatnya kepada Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat 110).
Yang diuraikan itu sebagai daerah makrifat adalah tahap pada proses yang pertama. Ini adalah permulaan dan merupakan rumah dari setiap orang yang akan kembali ke sana. Di sanalah roh suci dijadikan. Apa yang dimaksudkan dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam ditengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan baik. Ia akan bangkit dan nyata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha sebenar benarnya dengan mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingat Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La ilaha illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam hati.
Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibela dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusuinya, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan keahlian keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati juga diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana kanak-kanak bersih dari dosa, bayi hati adalah asli, bebas daripada kelalaian, ego dan ragu-ragu. Kesucian bayi biasanya nyata dalam bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan ketulenan bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran syurga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang didatangi dari syurga didatangkan melalui tangan-tangan bayi hati.
“Dalam kebun-kebun kenikmatan…melayani mereka anak-anak muda yang tidak berubah keadaan mereka”. (Surah Waqi’ah, ayat 12 – 17 ).
“Melayani mereka adalah anak-anak muda laksana mutiara yang tersimpan”. (Surah Tur, ayat 24).
Mereka adalah anak-anak perwujudan hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak kerana keelokan dan kemurnian mereka. Keindahan dan kemurnian mereka nyata dalam wujud zahir, dalam darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh kerana keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan kerana dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil sebenar benarnya kemanusiaan. Di dalam kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara wujudnya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda s.a.w, “Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat dan tidak juga nabi yang diutus”. Maksud ‘nabi’ di sini ialah perwujudan lahiriah yang sementara bagi Rasulullah s.a.w sendiri. Malaikat yang paling mendekati dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad s.a.w, pada kejadian pertama. Dalam suasana kerohanian itu baginda s.a.w sangat mendekati dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya tidak ada jarak yang menghijabnya dengan Allah. Baginda s.a.w menggambarkan lagi suasana demikian, “Ada syurga Allah yang tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, syurga yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci”. Allah s.w.t berfirman:
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya dia memandang”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Pada suasana atau makom tersebut jika seseorang makhluk termasuk malaikat mendekati wujudNya, badannya akan terbakar menjadi abu. Allah s.w.t berfirman melalui rasul-Nya:
“Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang sangat sedikit saja, semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku”.
Jibril yang menemani Nabi Muhamamd s.a.w pada malam mi’raj, apabila sampai di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan terbakar menjadi abu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)