Sirrul Asror //“Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar”atau“rahasia dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat diperlukan”

12.MENYAKSIKAN ALLAH: SAMPAI KEPADA MAKOM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sempurna sifat keindahan Allah secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan pada cermin yang jernih kepunyaan hati yang suci didalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar dari keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
“Hati tidak menafikan apa yang dia lihat”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya didalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Siapapun yang sampai kepada makom melihat kenyataan sifat Allah didalam dunia ini akan melihat Zat Allah diakhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini dibenarkan oleh Sayidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Sayidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia berkata benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
“Allah itu nur bagi langit-langit dan bumi. Bandingan nur-Nya (adalah) seperti satu kurungan pelita  yang didalamnya ada pelita (sedang) pelita itu dalam satu kaca, (dan) kaca itu sebagai bintang yang seperti mutiara, yang dinyalakan (dengan minyak) dari pohon yang banyak faedah (yaitu) zaitun yang bukan bangsa timur dan bukan bangsa barat, yang minyaknya (saja) hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, nur atas nur, Allah bimbing kepada nur-Nya pada siapa-siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengadakan perumpamaan bagi manusia, dan Allah mengetahui tiap sesuatu”. (Surah Nuur, ayat 35).
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang penuh keyakinan dikalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahasia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak mengurung cahaya didalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya karena ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makom atau suasana keEsaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibril membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita dapat mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga dapat memperjelas siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk mengingkarinya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
“Dan sesungguhnya diwahyukan kepada kamu Quran (ini) dari sisi (Tuhan) yang bijaksana, yang mengetahui”. (Surah Naml, ayat 6).
Oleh karena Nabi s.a.w menerima pemberitahuan sebelum Jibril membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w sudah mendapatkannya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
“Dan janganlah engkau terburu-buru dengan Quran sebelum habis diwahyukan kepada kamu”. (Surah Ta Ha, ayat 114).
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibril menemani Nabi s.a.w pada malam mi’raj, Jibril tidak berdaya untuk pergi lebih jauh kedalam Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibril membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keEsaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenarnya hanya dapat dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya setelah itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya setelah itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahasia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia dapat dikenali didalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah dapat terjadi diakhirat. Disana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku didalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai suatu menyerupai bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat kedalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cobalah memahaminya karena ia adalah hakikat kepada alam rahasia-rahasia.
Tetapi semuanya berlaku pada makom sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang didalam makom Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasakan zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, nyata didalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihi. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu rasul Kami, menerangkan kepada kamu beberapa banyak dari (isi Kitab) yang kamu sembunyikan, dan ia tidak menghitung berapa banyak. Sesungguhnya telah datang kepada kamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan”. (Surah Maaidah, ayat 15).
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak karena engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)