Sirrul Asror //“Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar”atau“rahasia dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat diperlukan”


9.  KEROHANIAN ISLAM DAN AHLI SUFI.
Sufi adalah perkataan Arab – saf, yang berarti murni. Alam batin sufi dipersucikan, menjadi murni dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keEsaan.
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian mereka yang sentiasa terhubung dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenal sebagai ‘yang memakai baju bulu’.  Saf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia didalam kesempitan. Mereka berjimat hati hati didalam makanan, minuman dan lain-lain. Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka kelihatan tidak menarik secara keduniaan tetapi cahaya makrifat mereka terpancar pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik terhadap siapapun yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh teladan untuk alam manusia. Mereka dipandu ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan. Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan penampilan sufi ini kelihatan cantik walaupun pada zahirnya buruk. Mereka dapat dikenali dan berupaya saling mengenali, mereka mempunyai kesamaan cara yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makom keEsaan dan harus nyata menjadi satu.
Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘sin’, ‘wau’ dan ‘pa’ (t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu dzahir dan satu batin. Taubat dzahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan,cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang bergelora dan hati bulat bertekad ingin mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, safa. Huruf ‘s’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah kearah kesucian didalam hati dan kedua kearah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini seumpama tenaga tarikan bumi, menarik hati kebawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut dilakukan penekankan pada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kecintaan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.
Cara membebaskan hati, untuk menysucikannya, adalah dengan mengingat Allah. Pada permulaan ingatkan ini berlaku secara lisan, dengan mengulang ulang nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain dapat mendengarnya. Apabila ingatan kepada-Nya sudah melekat, ingatan tersebut masuk kedalam hati dan cobalah didalam senyap. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang mukmin itu ialah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, takutlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah menambahkan lagi keimanan mereka, dan kepada Tuhan merekalah mereka kembali”. (Surah Anfaal, ayat 2).
Takut kepada Allah dalam ayat tersebut maksudnya  takut dan harap, hormat dan dinta Allah. Dengan ingatan dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi jaga dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyatu didalam hati. Nabi s.a.w bersabda, “Ahli ilmu dzahir mendatangi dan menerkam sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan mengilapkan hati mereka”.
Ketentraman pada pusat rahasia bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati ketika hati sudah dihiasi dengan kecintaan terhadap Allah. Alat pembersihannya ialah berkesinambungan mengingat dan menyebutNya didalam hati, dengan lidah rahasia akan kalimah tauhid “La ilaha illa llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘s’ selesai.
Langkah ketiga (hurup ‘w’) bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini tergantung pada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan dipenghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).
Seseorang yang didalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya menggemariNya dan berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diindahkan peribadinya, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang berada didalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan terlihatlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:
“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah saja yang berada disana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kepalsuan kerana sesungguhnya kepalsuan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.
Langkah keempat (huruf ”f”) bermakna fana, lenyap diri sendiri kedalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila segala sifat-sifat serta keperibadian yang selama ini menghalangi tempatnya akan diganti oleh satu saja yaitu sifat keEsaan.
Dalam kenyataannya hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman akan menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karunia-Nya; manusia yang ketika menemui perwujudan yang sebenar benarnya dan menyadari rahasia abadi.
“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menemukan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang Dia diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesadaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).
Jika seseorang berbuat sesuatu dan jika kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia telah mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak dapat diampuni yang akan memusnahkannya, cepat ataupun lambat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri yang fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah, Allah menggambarkan makom tersebut:
“Sesungguhnya orang-orang yang berbakti (adalah) dalam kebun-kebun dan (dekat) sungai-sungai. Di tempat duduk kebenaran, disisi Raja Agung yang sangat berkuasa”. (Surah Qamar, ayat 54 & 55).
Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, segala hakikat dalam hakikat, tempat penyatuan dan keEsaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak dapat dipandang sebagai perwujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana penyatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia akan mendapatkan kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk kedalam golongan:
“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kemampuannya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)