Sirrul Asror //“Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar”atau“rahasia dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat diperlukan”


21.HAJJI KE MEKAH DAN HAJJI ROHANI KE HAKIKAT HATI.
Pekerjaan hajji menurut syariat ialah mengunjungi ka’abah di Makkah. Ada beberapa syarat berhubung dengan ibadat hajji: memakai ihram – dua helai kain yang tidak berjahit menandakan pelepasan semua ikatan duniawi; memasuki Makkah dalam keadaan berwudu; tawaf keliling ka’abah sebanyak tujuh kali tanda penyerahan sepenuhnya; lari-lari kecil dari Safa ke Marwah sebanyak tujuh kali; pergi ke Padang Arafah dan tinggal disana sehingga matahari terbenam; bermalam di Muzdalifah; melakukan korban diMina; meminum air zamzam; melakukan sembahyang dua rakaat berdekatan dengan makom Nabi Ibrahim a.s pernah berdiri. Bila semua ini dilakukan pekerjaan hajjipun sempurna dan balasannya mabrur. Jika terdapat kecacatan pada pekerjaan tersebut balasannya dibatalkan. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
“Sempurnakan hajji dan umrah karena Allah”. (Surah al-Baqarah, ayat 196).
Bila semua itu telah selesai hubungan keduniaan yang pada waktu melakukan hajji ditinggalkan maka diperbolehkan kembali. Sebagai tanda selesainya pekerjaan hajji seseorang itu melakukan tawaf terakhir sekali sebelum kembali kepada kehidupan semula.
Ganjaran untuk orang yang mengerjakan hajji dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya:
“Dan barangsiapa masuk kedalamnya amanlah ia, dan karena Allah (wajib) atas manusia pergi kerumah itu bagi yang berkuasa kesana”. (Surah al-‘Imraan, ayat 97).
Orang yang sempurna ibadat hajjinya selamat daripada azab neraka. Itulah balasannya.
Pekerjaan hajji kerohanian memerlukan persiapan yang besar dan mengumpulkan keperluan-keperluan sebelum memulai perjalanan. Langkah pertama ialah mencari juru pandu, pembimbing, guru, seorang yang dikasihi, dihormati, diharapkan dan ditaati oleh orang yang mau menjadi muridnya. Pembimbing itulah yang akan membekalkan murid itu bagi mengerjakan hajji kerohanian, dengan segala keperluannya.
Kemudian dia mesti menyediakan hatinya. Untuk menjadikannya terjaga seseorang itu perlu mengucapkan kalimah tauhid “La ilaha illa llah” dan mengingat Allah dengan menghayati kalimah tersebut. Dengan ini hati menjadi terjaga, menjadi hidup. Ia hendaklah mengingat Allah dan terus menerus mengingati Allah sehingga seluruh diri batin menjadi suci bersih dari selain Allah.
Selepas penyucian batin seseorang perlu menyebutkan nama-nama bagi sifat-sifat Allah yang akan menyalakan cahaya keindahan dan kemuliaan-Nya. Di dalam cahaya itulah seseorang itu diharapkan dapat melihat ka’abah bagi hakikat rahasia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s melakukan penyucian ini:
“Janganlah engkau sekutukan Aku dengan sesuatu apa pun dan bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang tawaf, dan yang berdiri, dan yang rukuk, dan yang sujud”. (Surah al-Hajj, ayat 26).
Sesungguhnya ka’abah zahir yang ada di Makkah dijaga dan dibersihkan oleh para pekerja hajji. Apalagi kesucian sangat perlu dijaga pada ka’abah batin yang keatasnya hakikat akan memancar.
Selepas persediaan itu pekerja hajji batin menyelimutkan dirinya dengan roh suci, mengubah bentuk kebendaannya menjadi hakikat batin, dan melakukan tawaf ka’abah hati, mengucap di dalam hati nama Tuhan yang kedua- “ALLAH”, nama yang khusus bagi-Nya. Ia bergerak dalam bulatan karena jalan rohani bukan lurus tetapi dalam bentuk bulatan. Akhirnya adalah permulaannya.
Kemudian ia pergi ke Padang Arafah hati, tempat batin yang merendahkan diri dan merayu kepada Tuhannya, tempat yang diharapkan seseorang dapat mengetahui rahasia “La ilaha illa llah”, “Yang Maha Esa, tiada sekutu”. Disana ia berdiri mengucapkan nama ketiga “HU” – bukan sendirian tetapi bersama-Nya kerana Allah berfirman:
Dia beserta kamu walau dimana kamu berada”. (Surah al-Hadiid, ayat 4).
Kemudian dia mengucapkan nama keempat “HAQ”, nama bagi cahaya Zat Allah – dan kemudian nama kelima “HAYYUN” – hidup Ilahi yang darinya hidup yang sementara muncul. Kemudian dia menyatukan nama Ilahi Yang Hidup Kekal Abadi dengan nama keenam “QAYYUM” – Yang Wujud Sendiri, yang bergantung kepada-Nya segala kewujudan. Ini membawanya kepada Musdalifah yang berada ditengah-tengah hati.
Kemudian dia dibawa keMina, rahasia suci, intipati atau hakikat, dimana dia ucapkan nama yang ketujuh “QAHHAR” – Yang Meliputi Semua, Maha Keras. Dengan kekuasaan nama tersebut dirinya dan kepentingan dirinya dikorbankan. Tabir keingkaran ditiupkan dan pintu kebatilan diterbangkan.
Mengenai tabir yang memisahkan yang dicipta dengan Pencipta, Nabi s.a.w bersabda, “Iman dan kufur wujud pada tempat dibalik arasy Allah. Keduanya adalah hijab memisahkan Tuhan dari pandangan hamba-hamba-Nya. Satu adalah hitam dan satu lagi putih”.
Kemudian kepada roh suci dicukurkan dari segala sifat kebendaan.
Dengan membaca nama Ilahi kedelapan “WAHHAB” – Pemberi kepada semua, tanpa batas, tanpa syarat – dia memasuki daerah suci bagi Zat. Kemudian dia mengucapkan nama kesembilan “FATTAH” – Pembuka segala yang tertutup.
Memasuki tempat penyerahan diri dimana dia tinggal mengasingkan diri, berdekatan dengan Allah, dalam keakraban dengan-Nya dan jauh dari segala yang lain, dia mengucapkan nama yang kesepuluh “WAHID” – Yang Esa, yang tiada tara, tiada sesuatu menyamai-Nya. Di sana dia mula menyaksikan sifat Allah “SAMAD” – Yang menjadi sumber kepada segala sesuatu. Ia adalah pemandangan tanpa rupa, tanpa bentuk, tidak menyerupai sesuatu.
Kemudian tawaf terakhir dimulai, tujuh putaran yang dalam perjalanan tersebut dia mengucapkan enam nama-nama yang terakhir dan ditambah dengan nama kesebelas “AHAD” – Yang Esa. Kemudian dia minum dari tangan keakraban Allah.
“Dan Tuhan mereka membuat mereka meminum minuman asli”. (Surah Insaan, ayat 21).
Cawan yang didalamnya minuman ini disediakan ialah nama yang kedua belas “SAMAD” – Sumber, yang menunaikan segala hajat, satu-satunya tempat meminta tolong.
Dengan meminum dari sumber ini dia melihat semua tabir tersingkap dari wajah keabadian. Dia tengadah melihat kepada-Nya dengan cahaya yang datang daripada-Nya. Alam ini tiada persamaan, tiada bentuk, tiada rupa. Ia tidak mampu diterangkan, diibaratkan, alam yang tidak pernah mata melihatnya, tiada telinga pernah mendengarnya dan tiada hati manusia yang ingat. Kalam Allah tidak didengar dengan bunyi atau dilihat dengan tulisan. Kesukaan yang tiada hati manusia dapat merasa ialah kelazatan menyaksikan hakikat Allah dan mendengar percakapan-Nya:
“Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal salih, maka mereka itu Allah akan tukarkan kejahatan-kejahatan mereka kepada kebaikan-kebaikan”. (Surah al-Furqaan, ayat 70).
Kemudian pekerja hajji itu dibebaskan dari semua perbuatan yang dari dirinya dan bebas dari ketakutan dan dukacita.
“Ketahuilah sesungguhnya pembantu-pembantu Allah, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak akan mereka berdukacita”. (Surah Yunus, ayat 62).
Akhirnya tawaf selesai diakhiri dengan mengucapkan semua nama-nama Ilahi.
Kemudian pekerja hajji kembali kerumahnya, ketempat asalnya, bumi suci dimana Allah ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan paling indah. Ketika kembalinya itu dia mengucapkan nama kedua belas “SAMAD”, perbendaharaan yang daripadanya semua keperluan makhluk dibekalkan. Itu adalah alam kedekatan Allah. Itulah tempat kediaman pekerja hajji batin, dan kesanalah mereka kembali.
Hanya itulah yang dapat diceritakan sekedar lidah mampu ucapkan dan akal mampu terima. Selepas itu tiada berita yang dapat diberi karena selebihnya tidak dapat disaksikan, tidak dimengerti, tidak mampu difikir atau diterangkan. Nabi s.a.w bersabda, “Ada ilmu yang tinggal tetap seumpama khazanah yang tertanam. Tiada siapapun yang dapat mengetahuinya dan tiada siapapun akan mendapatkannya melainkan mereka yang menerima ilmu Ilahi”, tetapi bila diperdengarkan kewujudan ilmu demikian, yang ikhlas tidak membantahnya.
Manusia yang memiliki pengetahuan biasa mengumpulkan apa yang dapat dikumpulkan dipermukaan. Orang yang memiliki ilmu ketuhanan mengeluarkan dasarnya. Kema’rifatan orang arif adalah sebenar-benar rahasia bagi Allah Yang Maha Tinggi. Tiada siapapun yang tahu apa yang Dia ketahui kecuali Dia sendiri.
“Sedang mereka tidak meliputi (sedikit pun) daripada ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuan-Nya meliputi langit-langit dan bumi, dan memelihara keduanya tidaklah berat bagi-Nya”. (Surah al-Baqarah, ayat 255).
Mereka yang dirahmati, yang dikurniakan sebahagian ilmu-Nya adalah nabi-nabi dan kekasih-Nya yang berjuang untuk datang mendekat kepada-Nya. Firman-Nya:
“Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi”. (Surah Ta Ha, ayat 7).
“Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Kepunyaan-Nya nama-nama yang sangat baik”. (Surah Ta Ha, ayat 8).
Dan Allah paling mengetahui.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)