Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga

Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat


26: MENUNDA AMAL TANDA KEBODOHAN
MENUNDA AMAL KEBAIKAN KARENA MENANTIKAN KESEMPATAN YANG LEBIH BAIK ADALAH TANDA KEBODOHAN.
Hikmat yang lalu memaparkan kebodohan yang timbul karena keingkaran tentang kekuasaan Tuhan. Hikmat 26 ini pula memaparkan kebodohan yang timbul akibat kelalaian. Orang yang mabuk dibuai oleh ombak kelalaian tidak dapat melihat bahawa pada setiap detik pintu rahmat Allah s.w.t senantiasa terbuka dan Allah s.w.t senantiasa berhadap kepada hamba-hamba-Nya. Setiap saat adalah kesempatan dan tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada kesempatan yang memperlihatkan dirinya kepada kita. Kesempatan yang paling baik ialah kesempatan yang kita sedang berada di dalamnya.
Kelalaian adalah buah kepada panjang angan-angan. Panjang angan-angan pula datangnya dari pokok kurang ingatan kepada mati. Jadi, obat yang paling mujarab untuk mengobati penyakit kelalaian ialah memperbanyakkan ingatan kepada mati. Apabila ingatan kepada mati sudah kuat maka seseorang itu tidak akan mengabaikan kesempatan yang ada baginya untuk melakukan amal salih.
Hikmat ke 26 jika ditafsir secara umum menganjurkan agar segala amal kebaikan hendaklah dilakukan dengan segera tanpa ditunda tunda. Jika diperhatikan  Kalam-kalam Hikmat yang lalu dapat difahami bahawa Hikmat yang dipaparkan berperan membimbing seseorang pada jalan kerohanian. Amal yang ditekankan adalah amal yang berhubungan dengan pembentukan rohani. Hikmat  27 nanti akan membicarakan tentang makom yaitu suasana kerohanian. Jadi, jika ditafsirkan secara khusus Hikmat  26 ini menganjurkan bersegera melakukan amal-amal yang perlu bagi menyediakan hati untuk menerima kedatangan hal-hal dan seterusnya mencapai makom-makom. Amal yang berkenaan ialah latihan kerohanian menurut tarekat tasauf. Latihan yang demikian harus disegerakan selagi mendapat kesempatan, tanpa menanti kedatangan kesempatan yang lain yang diharapkan lebih baik dan lebih sesuai.
Ketika menjalani latihan kerohanian secara tarekat tasauf  kehidupan hanya dipenuhi dengan amal ibadat seperti sembahyang, puasa, berzikir dan lain-lain Semua amalan tersebut dilakukan bukan bertujuan untuk mengejar syurga tetapi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah s.w.t dan mendekatkan diri kepada-Nya. Amalan seperti inilah yang membuka pintu hati untuk berpeluang mengalami hal-hal yang membawa kepada hasil yang diharapkan yaitu makrifatullah. Barangsiapa yang benar-benar ingin mencari keridhaan Allah s.w.t dan berhasrat untuk menghampiri-Nya serta mengenali-Nya hendaklah jangan ditunda tunda lagi. Jangan dicari kesempatan yang lebih baik. Jangan menjadikan masalah keduniaan sebagai alasan untuk menunda tindakan bergiat mencari keridhaan Allah s.w.t. Bulatkan tekad, kuatkan niat, masuklah ke dalam golongan ahli Allah s.w.t yang beramal dan bekerja semata-mata karena Allah s.w.t. Benamkan diri sepenuhnya ke dalam suasana ‘Allah’ semata-mata dan tinggalkan apapun selain Allah s.w.t  . Anggaplah latihan yang demikian seperti keadaan ketika menunaikan fardu haji di Tanah Suci. Selama di Tanah Suci, segala-galanya ditinggalkan di tanah air sendiri. Di hadapan Baitullah seorang hamba menghadap dengan sepenuh jiwa raga kepada Tuhannya. Dia tidak menghawatirkan keluarga, harta dan pekerjaan yang ditinggalkan karena semuanya sudah diserahkannya kepada penjagaan Allah s.w.t. Allah s.w.t adalah  Pemegang amanah yang paling baik. Dia menjaga dengan sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepada-Nya. Syarat penyerahan itu adalah keyakinan.
Perlu juga dinyatakan bahwa latihan kerohanian secara tarekat   tasauf  bukanlah satu-satunya jalan kepada Allah s.w.t. Tujuan utama latihan secara tasauf  adalah untuk mendapatkan ikhlas dan penyerahan yang menyeluruh kepada Allah s.w.t. Ikhlas dan penyerahan dapat juga diperoleh walaupun tidak menjalani tarekat   tasauf  tetapi tanpa latihan khusus pembentukan hati kepada suasana yang demikian adalah sukar dilakukan.
Jalan yang tidak ada latihan khusus adalah jalan kehidupan harian. Pada jalan ini orang yang beriman perlu bekerja kuat untuk menjalankan peraturan Islam dan mempertahankan iman. Pancaroba dalam kehidupan harian sangat banyak dan orang yang beriman perlu berjalan diantaranya, menjaga diri agar tidak tertawan oleh penggoda. Kewaspadaan dalam kehidupan harian itu adalah sifat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang mulia pada sisi Allah s.w.t.
Walau jalan mana yang dilalui tujuannya adalah memperoleh ikhlas, berserah diri dan bertakwa.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)