Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga


Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat


8: JALAN MEMEMPEROLEH MAKRIFAT


APABILA TUHAN MEMBUKAKAN BAGIMU JALAN UNTUK MAKRIFAT, MAKA JANGAN HIRAUKAN TENTANG AMALMU YANG MASIH SEDIKIT KARENA ALLAH S.W.T TIDAK MEMBUKA JALAN TADI MELAINKAN DIA BERKEHENDAK MEMPERKENALKAN DIRI-NYA  KEPADA KAMU.
Kalam-kalam Hikmat yang diuraikan terlebih dahulu mengajak kita merenung secara mendalam tentang pengertian amal, Qada dan Qadar, tadbir dan ikhtiar, doa dan janji Allah s.w.t , yang semuanya itu mendidik rohani agar melihat kecilnya apa apa  yang datangnya daripada hamba dan betapa besar pula apa yang dikaruniakan oleh Allah s.w.t. Rohani yang terdidik seperti ini akan membentuk sikap beramal tanpa melihat kepada amalan itu sebaliknya melihat amalan itu sebagai karunia Allah s.w.t yang wajib disyukuri. Orang yang terdidik seperti ini tidak lagi membuat tuntutan kepada Allah s.w.t tetapi membuka hati nuraninya untuk menerima taufik dan hidayat dari  Allah s.w.t.
Orang yang hatinya suci bersih akan menerima pancaran Nur Sir dan mata hatinya akan melihat kepada hakikat bahwa Allah s.w.t, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha Tinggi tidak mungkin ditemui dan dikenali kecuali jika Dia mau ditemui dan dikenali. Tidak ada ilmu dan amal yang mampu menyampaikan seseorang kepada Allah s.w.t. Tidak ada jalan untuk mengenal Allah s.w.t.  Allah s.w.t hanya dikenali apabila Dia memperkenalkan  ‘diri-Nya’. Penemuan kepada hakikat bahawa tidak ada jalan yang terulur ke gerbang  makrifat merupakan puncak yang dapat dicapai oleh ilmu. Ilmu tidak mampu pergi lebih jauh dari itu. Apabila mengetahui dan mengakui bahwa tidak ada jalan atau tangga yang dapat mencapai Allah s.w.t  maka seseorang itu tidak lagi bersandar kepada ilmu dan amalnya, apa lagi kepada ilmu dan amal orang lain. Bila sampai disini seseorang itu tidak ada pilihan lagi melainkan menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t.
Bukan untuk bersenang senang  membulatkan hati untuk berserah diri kepada Allah s.w.t. Ada orang yang mengetuk pintu gerbang makrifat dengan doanya. Jika pintu itu tidak terbuka maka semangatnya akan menurun hingga akan membawa kepada keputus asaan. Ada pula orang yang berpegang dengan janji Allah s.w.t bahwa Dia akan membuka jalan-Nya kepada hamba-Nya yang berjuang pada jalan-Nya. Kuatlah dia beramal agar dia lebih layak untuk menerima karunia Allah s.w.t  sebagaimana janji-Nya. Dia menggunakan kekuatan amalannya untuk mengetuk pintu gerbang makrifat. Bila pintu tersebut tidak terbuka juga maka dia akan merasa ragu-ragu.
Dalam perjalanan mencari makrifat seseorang tidak terlepas dari kemungkinan menjadi ragu-ragu, lemah semangat dan berputus asa jika dia masih bersandar kepada sesuatu selain Allah s.w.t. Hamba tidak ada pilihan kecuali berserah kepada Allah s.w.t, hanya Dia yang memiliki kuasa Mutlak dalam menentukan siapakah antara hamba-hamba-Nya yang layak mengenali Diri-Nya. Ilmu dan amal hanya digunakan untuk membentuk hati yang berserah diri kepada Allah s.w.t. Aslim atau menyerah diri kepada Allah s.w.t  adalah perhentian dihadapan pintu gerbang makrifat. Hanya para hamba yang sampai diperhentian aslim ini yang berkemungkinan menerima karunia makrifat. Allah s.w.t  menyampaikan hamba-Nya disini adalah tanda bahawa si hamba tersebut dipersiapkan untuk menemui-Nya. Aslim adalah makom kedekatan dengan Allah s.w.t. Barangsiapa yang sampai kepada makom ini haruslah terus membenamkan dirinya ke dalam lautan penyerahan tanpa menghiraukan banyak atau sedikit ilmu dan amal yang dimilikinya. Sekiranya Allah s.w.t  kehendaki dari makom inilah hamba diangkat ke Hadirat-Nya.
Jalan menuju perhentian aslim yaitu ke pintu gerbang makrifat secara umumnya terbagi menjadi dua. Jalan pertama dinamakan jalan orang yang mencari dan jalan kedua dinamakan jalan orang yang dicari. Orang yang mencari akan melalui jalan di mana dia giat melakukan mujahadah, berjuang melawan godaan hawa nafsu, kuat melakukan amal ibadat dan gemar menuntut ilmu. Zahirnya sibuk melaksanakan tuntutan syariat dan batinnya memperteguhkan iman. Dipelajarinya tarekat tasauf, mengenal sifat-sifat yang tercela dan berusaha mengikis dalam dirinya. Kemudian diisikan dengan sifat-sifat yang terpuji. Dipelajarinya perjalanan nafsu dan melatih dirinya agar nafsunya menjadi bertambah suci hingga meningkat ketahap yang diridhai Allah s.w.t. Inilah orang yang diceritakan Allah s.w.t dengan firman-Nya:




Dan orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh karena memenuhi kehendak agama Kami, sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami (yang menjadikan mereka bergembira serta mendapat keridhaan); dan sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah beserta orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya. ( Ayat 69 : Surah al-‘Ankabut )




Wahai manusia! Sesungguhnya engkau senantiasa lalai - (menjalankan keadaan hidupmu) dengan segala daya upayamu hinggalah (semasa engkau) kembali kepada Tuhanmu, kemudian engkau tetap  menemui balasan apa yang telah engkau usahakan itu (tercatat semuanya). (Ayat 6 : Surah al-Insyiqaaq )
Orang yang bermujahadah pada jalan Allah s.w.t dengan cara menuntut ilmu, mengamalkan ilmu yang dituntut, memperbanyakkan ibadat, berzikir, menyucikan hati, maka Allah s.w.t menunjukkan jalan dengan memberikan taufik dan hidayat sehingga terbuka kepadanya suasana berserah diri kepada Allah s.w.t tanpa ragu-ragu dan ridha dengan keputusan Allah s.w.t. Dia dibawa hampir dengan pintu gerbang makrifat dan hanya Allah s.w.t saja yang menentukan apakah orang tadi akan dibawa ke Hadirat-Nya ataupun tidak, dikaruniakan makrifat ataupun tidak.
Golongan orang yang dicari menempuh jalan yang berbeda dari golongan yang mencari. Orang yang dicari tidak cenderung untuk menuntut ilmu atau beramal dengan tekun. Dia hidup seperti orang awam tanpa kesungguhan bermujahadah. Tetapi, Allah s.w.t  telah menentukan satu kedudukan kerohanian kepadanya, maka takdir akan menjeratnya sampai ke kedudukan yang telah ditentukan itu. Orang dalam golongan ini biasanya berhadapan dengan sesuatu peristiwa yang dengan serta-merta membawa perubahan kepada hidupnya. Perubahan sikap dan kelakuan berlaku secara mendadak. Kejadian yang menimpanya selalu berbentuk ujian yang memutuskan hubungannya dengan sesuatu yang menjadi penghalang di antaranya dengan Allah s.w.t. Jika dia seorang raja yang beban kerajaannya menyebabkan dia tidak mampu mendekati Allah s.w.t, maka Allah s.w.t mencabut kerajaan itu daripadanya. Terlepaslah dia dari beban tersebut dan pada masa yang sama timbul satu keinsafan didalam hatinya yang membuatnya menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t  dengan sepenuh hatinya. Sekiranya dia seorang hartawan takdir akan menghapuskan hartanya sehingga dia tidak ada tempat bergantung kecuali Tuhan sendiri. Sekiranya dia berkedudukan tinggi, takdir mencabut kedudukan tersebut dan ikut tercabut ialah kemuliaan yang dimilikinya, digantikan pula dengan kehinaan sehingga dia tidak ada tempat untuk dituju lagi kecuali kepada Allah s.w.t. Orang dalam golongan ini dihalang oleh takdir daripada menerima bantuan dari makhluk sehingga mereka berputus asa terhadap makhluk. Lalu mereka kembali dengan penuh kerendahan hati kepada Allah s.w.t  dan timbullah dalam hati mereka suasana penyerahan atau aslim yang benar-benar terhadap Allah s.w.t. Penyerahan yang tidak mengharapkan apa-apa dari makhluk menjadikan mereka ridha dengan apa saja takdir dan keputusan Allah s.w.t. Suasana begini membuat mereka sampai dengan cepat ke perhentian pintu gerbang makrifat walaupun ilmu dan amal mereka masih sedikit. Orang yang berjalan dengan kendaraan bala bencana mampu sampai ke perhentian tersebut dalam masa dua bulan sedangkan orang yang mencari mungkin sampai dalam masa dua tahun.
Abu Hurairah r.a menceritakan bahwa beliau mendengar Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya:
Allah berfirman: “ Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman kemudian dia tidak mengeluh kepada pengunjung-pengunjungnya maka Aku lepaskan dia dari belenggu-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari yang dahulu dan dia boleh memperbaharui amalnya sebab yang lalu telah diampuni semua”.
Amal kebaikan dan ilmunya tidak mampu membawanya kepada kedudukan kerohanian yang telah ditentukan Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t  dengan rahmat-Nya mengenakan ujian bala bencana yang menariknya dengan cepat kepada kedudukan berdekatan dengan Allah s.w.t. Oleh karena itu tidak perlu dipersoalkan tentang amalan dan ilmu sekiranya keadaan yang demikian terjadi kepada seseorang hamba-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)