Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga


Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat

7: PENGERTIAN JANJI ALLAH SWT
JANGANLAH KAMU MERAGUKAN TERHADAP JANJI  ALLAH  KARENA TIDAK TERLAKSANANYA APA YANG TELAH DIJANJIKAN, MESKIPUN TELAH TERTENTU (TIBA)   MASANYA, SUPAYA KERAGUAN ITU TIDAK MERUSAKKAN MATA HATI KAMU DAN TIDAK MEMADAMKAN CAHAYA SIR  (RAHSIA ATAU BATIN) KAMU.
Doa dan janji Allah s.w.t  berkaitan erat. Allah s.w.t menjanjikan akan menerima semua doa. Hamba sudah sangat kuat dan sering berdoa. Hamba berdoa agar diselamatkan daripada sesuatu musibah. Masa musibah itu sampai sudah tiba tetapi keselamatan daripadanya tidak tiba. Timbul keraguan dalam hati hamba itu tentang janji-janji Allah s.w.t.
Sebagian orang beriman diuji dengan penerimaan atau penolakan doa dan sebagian yang lain diuji dengan instan atau tertahan janji Allah s.w.t. Janji Allah s.w.t  ada dalam bentuk umum dan ada dalam bentuk khusus. Janji Allah umumnya banyak terdapat didalam al-Quran seperti janji syurga terhadap orang yang berbuat kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian derajat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t, janji kekuasaan diatas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih dan lain-lain lagi. Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 Allah s.w.t  menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada jalan-Nya. Dalam surah an-Nur ayat 55 Allah s.w.t menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan dijadikan khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan menghilangkan ketakutan mereka.
Banyak lagi janji Allah s.w.t  yang dapat ditemui didalam al-Quran. Janji-janji Allah s.w.t secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada janji-janji-Nya. Janji Allah s.w.t menjadi pendorong kepada mereka untuk bekerja keras, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. Allah s.w.t  tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Pada golongan yang percaya kepada janji-janji Allah s.w.t  itu ada beberapa yang mengidap penyakit seperti beberapa orang yang berdoa kepada Allah s.w.t. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya dan orang yang percaya kepada janji Allah s.w.t  membuat tuntutan dengan amalnya, karena Allah s.w.t berjanji memberinya sesuatu menurut amalannya.
Hikmat ketujuh mengaitkan janji Allah s.w.t  dengan mata hati dan Nur Sir (Rahasia batin). Persoalan mata hati telah disentuh pada Hikmah kelima. Penyingkapan rahasia mata hati dihadapkan dengan persoalan diri zahir, diri batin dan seterusnya kepada persoalan roh. Binaan mata hati membawa kepada pengenalan terhadap Alam Barzakh dan keabadian. Mata hati yang kuat tidak berhenti hingga Alam Barzakh, malah ia akan terus bergerak kepada peringkat alam yang lebih tinggi yang dinamakan Alam Malakut Atas. Pandangan mata hati seterusnya sampai kepada Yang Meliputi kulit alam dinamakan Arasy. Semua makhluk Allah s.w.t  menempati ruang yang didalam atau dibatasi oleh kulit atau kerangka alam, yaitu Arasy. Tidak ada mahluk yang wujud di luar dari kulit alam. Walaupun kulit alam merupakan kejadian Tuhan yang paling luar namun, mata hati tidak berhenti sampai disitu. Mata hati terus meneroka ‘di luar’ dari kulit alam, yang dipanggil Wujud ketuhanan. Di sini timbul persoalan berat dan rumit untuk diuraikan. Semua kejadian berada didalam kulit alam. Kulit alam adalah yang terakhir. Apabila sampai kepada kulit alam tidak dapat lagi dikatakan wujud alam ketuhanan diluar, selepas, disebalik dan istilah-istilah lain, karena tidak ada apa-apa lagi. Kewujudan ketuhanan bukanlah satu jenis alam lain. Tidak dapat dikatakan wujud alam ketuhanan selepas alam kita ini. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak menempati ruang. Jika demikian persoalannya bagaimanakah yang dikatakan ketuhanan sedangkan kita sudah menjelajah keseluruh alam maya namun, Allah s.w.t tidak juga ditemui?
Antara alam yang sementara dengan alam abadi terdapat Alam Barzakh. Barzakh adalah persinggahan sementara. Barzakh itulah yang menghubungkan dua keadaan yang berbeda. Misalnya, barzah bagi laut dan sungai ialah kuala. Air laut adalah asin dan air sungai adalah tawar. Air pada barzah keduanya yaitu kuala adalah percampuran asin dengan tawar yang dinamakan payau. Payau bukan asin dan bukan juga dari asin. Payau bukan tawar dan bukan juga dari tawar. Kuala bukan laut dan bukan sungai dan bukan juga dari laut dan sungai. Jika mau lihat laut dan sungai dengan sekali pandang atau sebagai satu kewujudan maka lihatlah kepada kuala. Jika mau merasakan masin dan tawar sekaligus maka rasakanlah air payau.
Jika terdapat barzah diantara makhluk dengan makhluk, terdapat juga barzah di antara Tuhan dengan makhluk. Barzah inilah yang menjadi penghubung diantara Tuhan dengan hamba. Tanpa barzah ini tidak mungkin berlaku kewujudan makhluk yang diciptakan Tuhan karena tidak ada tali atau jambatan yang menghubungkan. Barzah di antara Allah s.w.t  dengan hamba itu dinamakan Sir atau Rahasia, yaitu Rahsia Allah s.w.t, yang hanya Allah s.w.t  yang mengetahui hakikat yang sebenarnya. Rahasia inilah yang memungkinkan ada hubungan diantara Pencipta dengan yang dicipta. Sir atau Rahsia itu memancarkan nurnya kepada mata hati. Mata hati yang ber energi  Nur Sir (rahsia ketuhanan) akan mendapat pengenalan tentang Sir dan mengalami suasana tauhid  peringkat yang tertinggi. Apabila hakikat Sir ditemui nyatalah firman Allah s.w.t:
Dan Kami adalah lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, - ( Ayat 16 : Surah Qaaf )
Dan Ia tetap bersama-sama kamu dimana saja kamu berada. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )
“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!”( Ayat 96 : Surah as-Saaffaat )
Dan kamu  tidak dapat menentukan kemauan kamu (mengenai sesuatu pun), kecuali dengan cara yang diatur oleh Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan seluruh alam. ( Ayat 29 : Surah at-Takwiir)
Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah.
Apa yang ada pada kita semuanya adalah kuruia dari Allah s.w.t. Kemauan kita untuk melakukan amal shalih datangnya dari Iradat Allah s.w.t, tanpa Iradat Allah s.w.t  kita akan menjadi dungu, tidak berkemauan. Apabila kita melakukan amal kebaikan, kita tidak terlepas daripada menggunakan daya dan upaya yang datangnya dari Allah s.w.t. Tanpa Kudrat Allah s.w.t kita tidak mampu bergerak. Kemampuan kita untuk berdoa dan beramal adalah karunia dari Allah s.w.t.
Mereka mengira dirinya berbudi kepadamu (wahai Muhammad) dengan sebab mereka telah Islam (tidak melawan dan tidak menentang). Katakanlah (kepada mereka): “Jangan kamu mengira keislaman kamu itu sebagai budi kepadaku, bahkan (kalaulah sah dakwaan kamu itu sekalipun maka) Allah jualah yang berhak membangkitkan  budi-Nya kepada kamu, karena Dialah yang memimpin kamu  kepada iman (yang dakwakan itu), kalau betul kamu  orang-orang yang benar (pengakuan imannya). ( Ayat 17 : Surah al-Hujuraat )
Kehendak  dan perbuatan kita adalah anugerah dari Allah s.w.t. Jadi, apakah hak kita untuk menuntut Allah s.w.t  dengan doa dan amal kita. Memang benar Allah s.w.t berjanji untuk mengabulkan semua doa dan mengaruniakan sesuatu menurut amalan. Tetapi, tidak ada makhluk-Nya yang layak menagih janji tersebut. Janji Allah s.w.t kembali kepada diri-Nya Sendiri. Jangan coba-coba menuntut janji Allah s.w.t  karena seandainya Dia menuntut kamu dengan amanah yang dititipkan kepada kamu niscaya semua amalan kamu akan hancur berterbangan seperti debu, tidak ada walau sebesar zarah pun yang layak dipersembahkan kepada-Nya apabila kamu dihadapkan kepada keadilan-Nya.
Oleh karena itu berteduhlah dibawah payung rahmat dan ampunan-Nya, jangan diungkit-ungkit tentang amal kamu dan janji-Nya. Contohlah akhlak Rasulullah s.a.w yang telah menerima janji Allah s.w.t  yaitu baginda s.a.w telah bermimpi memasuki kota Makkah. Kaum muslimin percaya bahawa mimpi Rasulullah s.a.w adalah mimpi yang benar dan mereka yakin bahawa itu adalah janji Allah s.w.t kepada Rasul-Nya, yang Dia mengizinkan mereka bersama-sama memasuki kota Makkah sekalipun musyrikin Quraisy masih menguasai kota tersebut. Kaum muslimin berangkat dari Madinah ke Makkah. Rombongan mereka dihadang sebelum sampai diMakkah. Kaum musyrikin enggan membenarkan kaum muslimin memasuki Makkah. Buntut dari peristiwa itu terbentuklah suatu kesepakatan yaitu Perjanjian Hudaibiah. Rasulullah s.a.w menyetujui agar kaum muslimin tidak memasuki Makkah pada tahun itu. Sayidina Umar al-Khattab r.a yakin akan mimpi Rasulullah s.a.w. Beliau juga percaya bahawa mimpi Rasulullah s.a.w itu adalah janji Allah s.w.t  mengizinkan mereka memasuki kota Makkah. Beliau r.a  juga yakin bawa karena janji Allah s.w.t  adalah benar maka berkeyakinan untuk segera memasuki Makkah walaupun dengan cara berperang adalah tindakan yang benar. Beliau menganjurkan agar berperang supaya kebenaran mimpi Rasulullah s.a.w dan kebenaran janji Allah s.w.t  menjadi kenyataan. Iman Umar r.a yang sangat meyakini membuatnya ingin maju terus menurut petunjuk yang sampai kepada beliau r.a. tanpa menoleh kekanan atau kekiri. Sayidina Abu Bakar as-Siddik yang Nur Sirnya lebih sempurna daripada Nur Sir Umar r.a bersikap menyetujui tindakan Rasulullah s.a.w menandatangani Perjanjian Hudaibiah. Melalui bimbingan Nur Sirnya Abu Bakar r.a dapat menyaksikan apa yang terhijab dari pandangan mata hati Umar r.a.
Kemudian ternyata perjanjian tersebut banyak memberi manfaat kepada kaum muslimin. Ternyata kebijakan Rasulullah s.a.w menandatangani Perjanjian Hudaibiah dan kebenaran pandangan mata hati Abu Bakar r.a melalui pancaran Nur Sirnya. Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiah, pada tahun berikutnya kaum muslimin dapat memasuki kota  suci Makkah secara aman. Benarlah apa yang dimimpikan oleh Rasulullah s.a.w dan benarlah janji Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w menerima janji Allah s.w.t sebagai satu karunia yang wajib diyakini dengan cara bertawakal kepada Allah s.w.t dalam pelaksanaannya. Bila terjadi sesuatu yang pada zahirnya menghalangi pelaksanaan janji Allah s.w.t  itu Rasulullah s.a.w tidak menagih Allah s.w.t  dengan janji tersebut, sebaliknya baginda s.a.w mengembalikannya kepada Allah s.w.t. Sebagai balasan terhadap kerelaan menerima takdir Allah s.w.t maka Allah s.w.t karuniakan pula Perjanjian  Hudaibiah yang banyak membantu perkembangan dakwah Islam. Allah s.w.t  juga tidak sekali-kali melupakan janji-Nya mengizinkan kaum muslimin menziarahi tanah suci Makkah, dengan rahmat-Nya kaum muslimin memasuki kota Makkah pada tahun berikutnya dalam suasana aman. Jadi, apabila janji  Allah s.w.t dikembalikan kepada Allah s.w.t  maka Allah s.w.t  melaksanakannya.
Peristiwa diatas memberi pelajaran kepada kita tentang Sir. Sayidina Abu Bakar as-Siddik r.a melebihi sahabat-sahabat yang lain pada Sirnya, yaitu Rahasia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau r.a dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w  tanpa usul. Beliau r.a membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ketika kebanyakan kaum Quraisy membantahnya. Abu Bakar r.a bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara membabi buta. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperoleh pengesahan dari Allah s.w.t. Cahaya kebenaran yang keluar dari Rasulullah s.a.w dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar r.a adalah sama, sebab itulah Abu Bakar r.a membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawaban dari Allah s.w.t. Sir atau Rahsia Allah s.w.t  itulah yang tidak terpisahkan daripada Allah s.w.t, senantiasa menghadap kepada Allah s.w.t  dan mendengar Kalam Allah s.w.t. Sir itulah yang mengenal Allah s.w.t
Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddik r.a terbukti lagi ketika wafatnya Rasulullah s.a.w. Umar r.a yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah s.a.w, Kekasih Allah s.w.t, dikuasai kecintaan itu, beliau r.a mau memancung kepala siapapun yang mengatakan Rasulullah s.a.w sudah wafat. Tetapi, Abu Bakar r.a, yang kecintaannya terhadap Rasulullah s.a.w melebihi kecintaan Umar r.a mampu mengatakan, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah s.w.t maka Allah s.w.t  tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur  yang diterima oleh Abu Bakar r.a didalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya mau memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Sayidina Abu Bakar as- Siddik r.a. Mengenali beliau r.a membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir.
Kalam Hikmat ketujuh ini memberi panduan untuk memahami hakikat Sir. Tanda seseorang tidak mendapat sinarnya Nur Sir ialah dia meragukan janji-janji Allah s.w.t karena dia mentakrif maksud janji Allah s.w.t  menurut seleranya sendiri. Bagaimana kedudukan kita terhadap janji Allah s.w.t  begitulah keadaan hati kita berhubungan dengan Rahsia  Allah s.w.t atau Sir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)