Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga


Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat


10: IKHLAS ADALAH  RUH IBADAT
AMALAN ZAHIR ADALAH KERANGKA SEDANGKAN ROHNYA ADALAH IKHLAS YANG TERSEMBUNYI DIDALAMNYA.
Amal lahiriah digambarkan sebagai tubuh dan ikhlas digambarkan sebagai nyawa yang menghidupkan tubuh. Sekiranya kita kurang mendapatkan gambaran yang baik dari latihan kerohanian hendaklah kita merenung dengan mendalam apakah tubuh amal itu bernyawa atau tidak.
Hikmat 10 ini menghubungkan amal dengan ikhlas.  Hikmat 9 yang lalu telah menghubungkan amal dengan hal. Kedua Kalam Hikmat ini membentuk jambatan yang menghubungkan hal dengan ikhlas, kedua-duanya ada kaitan dengan hati, atau lebih tepat jika dikatakan ikhlas sebagai suasana hati dan hal sebagai Nur Ilahi yang menyinari hati yang ikhlas. Ikhlas menjadi persediaan yang penting bagi hati menyambut kedatangan sinaran Nur Ilahi. Apabila Allah s.w.t  berkehendak memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati hamba tersebut. Nur yang dipancarkan kepada hati ini dinamakan Nur Sir atau Nur Rahasia Allah s.w.t. Hati yang diterangi oleh nur akan merasakan hal ketuhanan atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertandaan dari Tuhan maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki ciri atau sifat begini dikatakan hati yang mempunyai ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman untuk menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan makrifat:
Dan sebenarnya perempuan itu telah berkeinginan sangat kepadanya, dan Yusuf juga (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu kalaulah ia tidak menyadari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami), untuk menjauhkan dari Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan yang keji, karena sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang dibersihkan dari segala dosa. ( Ayat 24 : Surah Yusuf )
Nabi Yusuf a.s adalah hamba Allah s.w.t  yang ikhlas. Hamba yang ikhlas berada dalam pemeliharaan Allah s.w.t. Apabila dia dirangsang untuk melakukan kejahatan dan kekotoran, Nur Rahsia Allah s.w.t akan memancar didalam hatinya sehingga dia menyaksikan dengan jelas akan tanda-tanda Allah s.w.t dan sekaligus meleburkan rangsangan jahat tadi. Inilah tingkat ikhlas yang tertinggi yang dimiliki oleh orang arif dan dekat dengan Allah s.w.t. Mata hatinya senantiasa memandang kepada Allah s.w.t, tidak pada dirinya dan perbuatannya. Orang yang berada didalam makom ikhlas yang tertinggi ini senantiasa dalam keridhaan Allah s.w.t  baik semasa beramal ataupun semasa diam. Allah s.w.t  sendiri yang memeliharanya. Allah s.w.t mengajarkan agar hamba-Nya berhubungan dengan-Nya dalam keadaan ikhlas.
Dia Yang Tetap Hidup; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan mengikhlaskan amal agama kamu kepada-Nya semata-mata. Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan  sekalian alam. ( Ayat 65 : Surah al-Mu’min )
Allah s.w.t  juga Yang Hidup. Dia yang memiliki segala kehidupan. Dia jugalah Tuhan sekalian alam. Apa saja yang ada dalam alam ini adalah ciptaan-Nya. Apa saja yang hidup adalah dihidupkan oleh-Nya. Jalan dari Allah s.w.t  adalah nikmat dan karunia jalan dari hamba kepada-Nya juga adalah ikhlas. Hamba dituntut supaya mengikhlaskan segala  aspek kehidupan untuk-Nya. Dalam melaksanakan tuntutan mengikhlaskan kehidupan untuk Allah s.w.t  ini hamba tidak boleh merasa takut dan gentar kepada sesama makhluk.
Oleh karena itu maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya (dan menjauhi bawaan syirik), sekalipun  orang-orang kafir tidak menyukai (amalan yang demikian). ( Ayat 14 : Surah al-Mu’min )
Allah s.w.t telah menetapkan kode etika kehidupan yang perlu dijunjung, dihayati, diamalkan, disebarkan dan diperjuangkan oleh kaum muslimin dengan sepenuh jiwa raga dalam keadaan ikhlas karena Allah s.w.t, meskipun ada orang-orang yang tidak suka, orang-orang yang menghina, orang-orang yang membangkang dan mengadakan perlawanan. Keikhlasan yang diperjuangkan dalam kehidupan dunia ini akan dibawa bersama apabila menemui Tuhan kelak.
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh berlaku adil (pada segala perkara), dan (menyuruh supaya kamu) hadapkan muka (dan hati) kamu (kepada Allah) dengan benar pada tiap kali mengerjakan sembahyang, dan beribadatlah dengan mengikhlaskan amal agama kepada-Nya semata; (karena) sebagaimana Ia telah menjadikan kamu pada mulanya, (demikian pula) kamu akan kembali (kepada-Nya)”. ( Ayat 29 : Surah al-A’raaf )
Sekali pun sukar mencapai peringkat ikhlas yang tertinggi namun, haruslah diusahakan agar diperoleh keadaan hati yang ikhlas dalam segala perbuatan pada yang lahir maupun yang batin. Orang yang telah tumbuh didalam hatinya rasa kasih kepada Allah s.w.t akan berusaha membentuk hati yang ikhlas. Mata hatinya melihat bahwa Allah jugalah Tuhan Yang Maha Agung dan dirinya hanyalah hamba yang hina. Hamba berkewajiban tunduk, patuh dan taat kepada Tuhannya. Orang yang didalam makam ini beramal karena Allah s.w.t: karena Allah s.w.t  yang memerintahkan supaya beramal, karena Allah s.w.t  berhak ditaati, karena perintah Allah s.w.t  wajib dilaksanakan, semuanya karena Allah s.w.t  tidak karena sesuatu yang lain. Golongan ini sudah dapat membelenggu hawa nafsu yang rendah dan pesona dunia tetapi dia masih melihat dirinya disamping Allah s.w.t. Dia masih melihat dirinya yang melakukan amal. Dia gembira karena menjadi hamba Allah s.w.t  yang beramal karena Allah s.w.t. Sifat kemanusiaan biasa masih mempengaruhi hatinya.
Setelah kerohaniannya meningkat hatinya berserah sepenuhnya kepada Allah s.w.t, menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada dirinya dan amalnya tetapi melihat Allah s.w.t, Sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Apapun yang ada dengannya adalah anugerah Allah s.w.t. Sabar, ridha, tawakal dan ikhlas yang ada dengannya semuanya merupakan anugerah Allah s.w.t, bukan amal yang lahir dari kekuatan dirinya.
Tingkat ikhlas yang paling rendah ialah apabila amal perbuatan bersih daripada ria yang jelas dan samar tetapi masih terikat dengan keinginan kepada pahala yang dijanjikan Allah s.w.t. Ikhlas seperti ini dimiliki oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, yaitu hamba yang  mentaati Tuannya karena mengharapkan upah dariTuannya.
Didalam tingkatan  ini tidak dinamakan ikhlas lagi. Tanpa ikhlas seseorang beramal karena sesuatu muslihat keduniaan, mau dipuji, mau menutup kejahatannya agar orang percaya kepadanya dan bermacam-macam lagi muslihat yang rendah. Orang dari golongan ini walaupun banyak melakukan amalan namun, amalan mereka adalah umpama tubuh yang tidak bernyawa, tidak dapat menolong tuannya dan dihadapan Tuhan nanti akan menjadi debu yang tidak mensyafaatkan orang yang melakukannya. Setiap orang yang beriman kepada Allah s.w.t mestilah mengusahakan ikhlas pada amalannya karena tanpa ikhlas syiriklah yang menyertai amalan tersebut, sebanyak ketiadaan ikhlas itu.
(Amalkanlah perkara-perkara itu) dengan tulus ikhlas kepada Allah, serta tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. (Ayat 31 : Surah al-Hajj )
“Serta (diwajibkan kepadaku): ‘Hadapkanlah seluruh dirimu menuju (ke arah mengerjakan perintah-perintah) agama dengan benar dan ikhlas, dan janganlah engkau menjadi dari orang-orang musyrik’”. Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan tidak juga dapat mendatangkan mudarat kepadamu. Oleh itu, sekiranya engkau mengerjakan yang demikian, maka pada saat itu jadilah engkau dari orang-orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu). ( Ayat 105 & 106 : Surah Yunus )
Daging dan darah binatang kurban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa dari kamu. (Ayat 37 : Surah al-Hajj )
Allah s.w.t  menyeru sekaligus supaya berbuat ikhlas dan tidak berbuat syirik. Ikhlas adalah lawan kepada syirik. Jika sesuatu amal itu dilakukan dengan anggapan bahwa ada makhluk yang berkuasa mendatangkan manfaat atau mudarat, maka tidak ada ikhlas pada amalan tersebut. Bila tidak ada ikhlas akan adalah syirik yaitu sesuatu atau seseorang yang kepadanya amal itu ditujukan. Orang yang beramal tanpa ikhlas itu dipanggil orang yang zalim, walaupun pada zahirnya dia tidak menzalimi siapapun.
Intisari dari ikhlas adalah melakukan sesuatu karena Allah s.w.t semata, tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir dari nafsu. Nafsu inginkan kemewahan, kenikmatan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apapun yang lahir dari nafsu itulah yang sering menghalangi atau merusakkan ikhlas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)