Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga


Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat



13:HIJAB YANG HALANG PERJALANAN
BAGAIMANA HATI AKAN DAPAT DISINARI SEDANGKAN GAMBAR-GAMBAR ALAM MAYA MELEKAT PADA CERMINNYA, BAGAIMANA MUNGKIN  BERJALAN KEPADA ALLAH S.W.T SEDANGKAN DIA MASIH DIBELENGGU OLEH SYAHWATNYA, BAGAIMANA AKAN MASUK KE HADIRAT ALLAH S.W.T SEDANGKAN DIA MASIH BELUM SUCI DARI JUNUB KELALAIANNYA, BAGAIMANA MENGHARAP UNTUK MENGERTI RAHASIA-RAHASIA YANG HALUS SEDANGKAN DIA BELUM TAUBAT DARI DOSANYA (KELALAIAN, KEKELIRUAN DAN KESALAHAN).
Hikmat 12 memberi penekanan tentang uzlah yaitu mengasingkan diri. Hikmat 13 ini pula memperingatkan bahwa uzlah tubuh badan saja tidak memberi kesan yang baik jika hati tidak ikut beruzlah. Walaupun tubuh badan dikurung hati masih dapat disambar oleh empat perkara:
  1. Gambaran,ingatan,tarikan dan keinginan terhadap benda-benda alam seperti harta,perempuan,pangkat dan lain-lain.
  2. Kehendak atau syahwat yang mengarahkan perhatian kepada apa yang dikehendaki.
  3. Kelalaian yang menutup ingatan terhadap Allah s.w.t.
  4. Dosa yang tidak dibasuh dengan taubat masih mengotorkan hati.
Diri manusia  tersusun daripada unsur  tanah, air, api dan angin. Ia juga diresapi oleh unsur-unsur alam seperti galian, tumbuh-tumbuhan, hewan, syaitan dan malaikat. Tiap-tiap anasir dan unsur itu menarik hati kepada diri masing-masing. Tarik menarik itu akan menimbulkan kekacauan didalam hati. Kekacauan itu pula menyebabkan hati menjadi keruh. Hati yang keruh tidak dapat menerima sinar nur yang melahirkan iman dan tauhid. Mengobati kekacauan hati adalah penting untuk membukakannya untuk menerima perintah dari Alam Malakut. Hati yang kacau itu dapat distabilkan dengan cara menundukkan semua anasir dan unsur tadi kepada syariat. Syariat menjadi tali yang dapat mengikat musuh-musuh yang mencoba menawan hati. Penting bagi seorang murid yang menjalani jalan kerohanian menjadikan syariat sebagai payung yang menyelaraskan perjalanan anasir-anasir dan daya-daya yang menyerap kedalam diri agar cermin hatinya bebas daripada gambar-gambar alam maya. Bila cermin hati sudah bebas daripada gambar-gambar dan tarikan tersebut, hati dapat menghadap ke Hadirat Ilahi.
Selain tarikan benda-benda alam, hati dapat juga tunduk kepada syahwat. Syahwat bukan saja rangsangan hawa nafsu yang rendah. Semua bentuk kehendak diri sendiri yang berlawanan dengan kehendak Allah s.w.t adalah syahwat. Kerja syahwat adalah mengajak manusia supaya lari dari hukum dan peraturan Allah s.w.t serta membangkang takdir Ilahi. Syahwat membuat manusia tidak ridha dengan keputusan Allah s.w.t. Seseorang yang ingin menuju Allah s.w.t perlulah melepaskan dirinya dari belenggu syahwat dan kehendak diri sendiri, lalu masuk kedalam benteng aslim yaitu berserah diri kepada Allah s.w.t dan ridha dengan takdir-Nya.
Perkara ketiga yang dibangkitkan oleh Hikmat ke tiga belas ini ialah kelalaian yang diistilahkan sebagai junub batin. Orang yang berjunub adalah tidak suci dan dilarang melakukan ibadat atau memasuki masjid. Orang yang berjunub batin pula tertegah dari memasuki Hadrat Ilahi. Orang yang di dalam junub batin yaitu lalai hati, kedudukannya seperti orang yang berjunub zahir, dimana amal ibadahnya tidak diterima. Allah s.w.t mengancam untuk mencampakkan orang yang bersembahyang dengan lalai (dalam keadaan berjunub batin)  ke dalam neraka wil. Begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang menghadap-Nya dengan hati yang lalai.
Mengapa begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang lalai? Bayangkan hati itu berupa dan berbentuk seperti rupa dan bentuk kita yang zahir. Hati yang khusyuk adalah umpama orang yang menghadap Allah s.w.t dengan mukanya, duduk dengan tertib, bercakap dengan sopan santun dan tidak berani mengangkat kepala di hadapan Maharaja Yang Maha Agung. Hati yang lalai adalah umpama orang yang menghadap dengan belakangnya, duduk secara biadab, bertutur kata tidak tentu ujung pangkal dan kelakuannya sangat tidak bersopan. Perbuatan demikian adalah satu penghinaan terhadap martabat ketuhanan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Jika raja didunia murka dengan perbuatan demikian maka Rajanya  sekalian raja-raja lebih berhak melemparkan kemurkaan-Nya kepada hamba yang biadab itu dan layaklah jika si hamba yang demikian dicampakkan ke dalam neraka wail. Hanya hamba yang khusyuk, yang tahu bersopan santun dihadapan Tuhannya dan mengagungkan Tuhannya yang layak masuk ke Hadrat-Nya, sementara hamba yang lalai, tidak tahu bersopan santun tidak layak mendekati-Nya.
Perkara yang ke empat adalah dosa-dosa yang belum ditebus dengan taubat. Ia menghalangi seseorang daripada memahami rahasia-rahasia yang halus. Pintu kepada Perbendaharaan Allah s.w.t  yang tersembunyi adalah taubat! Orang yang telah menyuci-bersihkan hatinya hanya mampu berdiri diluar pintu Rahasia Allah s.w.t  selagi dia belum bertaubat, samalah seperti orang yang mati syahid yang belum membayar hutangnya terpaksa menunggu diluar syurga. Jika dia mau masuk kedalam perbendaharaan Allah s.w.t yang tersembunyi yang mengandung rahasia yang halus-halus wajiblah bertaubat. Taubat itu sendiri merupakan rahasia yang halus. Orang yang tidak memahami rahasia taubat  tidak akan mengerti mengapa Rasulullah s.a.w yang tidak pernah melakukan dosa masih juga memohon ampunan sedangkan sekalipun baginda s.a.w  berdosa semuanya diampuni Allah s.w.t.  Adakah Rasulullah s.a.w  tidak yakin bahawa Allah s.w.t mengampunkan semua dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan baginda s.a.w (jika ada)?
Maksud taubat ialah kembali, yaitu kembali kepada Allah s.w.t. Orang yang melakukan dosa tercampakan jauh dari Allah s.w.t. Walaupun orang ini sudah berhenti melakukan dosa malah dia sudah melakukan amal ibadat dengan banyaknya namun, tanpa taubat dia tetap tinggal berjauhan dari Allah s.w.t. Dia telah masuk ke dalam golongan hamba yang melakukan amal salih tetapi yang berjauhan bukan berdekatan dengan Allah s.w.t. Taubat yang lebih halus ialah penghayatan kalimat:
Tiada daya dan upaya melainkan anugerah Allah s.w.t.

Kami datang dari Allah s.w.t dan kepada Allah s.w.t kami kembali.
Segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t, baik kehendak maupun perbuatan kita. Sumber yang mendatangkan segala sesuatu adalah Uluhiyah (Tuhan) dan yang menerimanya adalah ubudiyah (hamba). Apa saja yang dari Uluhiyah adalah sempurna dan apa sahaja yang terbit dari ubudiyah adalah tidak sempurna. Uluhiyah dibekali kesempurnaan tetapi ubudiyah tidak dapat melaksanakan kesempurnaan itu. Jadi, ubudiyah berkewajiban mengembalikan kesempurnaan itu kepada Uluhiyah dengan memohon ampunan dan bertaubat sebagai rasa penerimaan kecacatan. Segala urusan dikembalikan kepada Allah s.w.t. Semakin tinggi makrifat seseorang hamba semakin kuat ubudiyahnya dan semakin kerap dia memohon ampunan dari Allah s.w.t, mengembalikan setiap urusan kepada Allah s.w.t, sumber datangnya segala urusan.
Apabila hamba mengembalikan urusannya kepada Allah s.w.t  maka Allah s.w.t sendiri yang akan mengajarkan Ilmu-Nya yang halus-halus agar kehendak hamba itu sesuai dengan Iradat Allah s.w.t, kuasa hamba sesuai dengan Kudrat Allah s.w.t, hidup hamba sesuai dengan Hayat Allah s.w.t dan pengetahuan hamba sesuai dengan Ilmu Allah s.w.t, dengan itu jadilah hamba mendengar karena Sama’ Allah s.w.t, melihat karena Basor Allah s.w.t dan berkata-kata karena Kalam Allah s.w.t. Apabila semuanya berkumpul pada seorang hamba maka jadilah hamba itu Insan Sirullah (Rahsia Allah s.w.t).
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)