Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga

Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat

87: Orang Yang Mengenal Allah s.w.t  88: Harapan Dan Angan-angan  89: Tujuan Orang Arifbillah  90-92: Qabadh Dan Basath 93 & 94: Hikmat Pada Pemberian Dan Penolakan 95: Alam Pada Zahirnya Dan Batinnya 96: Kemuliaan Yang kekal Abadi 97: Perjalanan Yang Hakiki  98: Penolakan Allah s.w.t Lebih Baik Daripada Pemberian Makhluk 99-101: Amal, Taat Dan Balasan Allah s.w.t 102: Allah s.w.t Ditaati Karena Sifat-sifat Ketuhanan-Nya 103 & 104: Pemberian danPenolakan memperkenalkan Allah s.w.t 105 & 106: Jalan KepadaAllah s.w.t 107 & 108: Nikmat Penciptaan Dan NikmatSusulan 109 & 110: Hamba Berhajat Kepada Tuhan 111: Uns (Jinak Hati Dengan Allah s.w.t) 112: Keizinan Meminta TandaAkan Mendapat Karunia 113: Orang Arif Berhajat Kepada Allahs.w.t 114: Nur Sifat Allah s.w.t Menerangi Rahasia hati 115 & 116: Takdir Adalah Ujian Allah s.w.t 117: Hawa Nafsu Dan Kesamaran jalan 118: Sifat Kewalian Ditutup Daripada Pandangan Umum 119: Perhatikan Kewajiban Bukan Permintaan 120: Zahir Bersyariat Dan Batin Beriman 121: Kekeramatan Bukan Jaminan Kesempurnaan 122: Pelihara Wirid Selama Ada hayat 123: Warid Dan Nur Ilahi 124: Sikap Orang Lalai Dan Orang Berakal 125: Abid Dan Zahid Yang Belum Mencapai Keteguhan Hati 126 & 127: Kerinduan Untuk Melihat Allah s.w.t


109 & 110: Hamba Berhajat Kepada Tuhan



BERHAJAT KEPADA ALLAH S.W.T ADALAH SIFAT SEBENARNYA ZAT DIRI KAMU, SEMENTARA SEBAB MUSABAB (YANG MENGENAI KAMU) ADALAH PERINGATAN KEPADA SESUATU YANG TERSEMBUNYI DARIPADA DIRI KAMU TENTANGNYA (SIFAT KEASLIAN KAMU) DAN KEADAAN KAMU YANG BERHAJAT (KEPADA ALLAH S.W.T) ITU TIDAK DAPAT DIANGKAT OLEH SESUATU YANG SIFATNYA MENDATANG.
 


SEBAIK-BAIK WAKTU KAMU ADALAH DI MANA KAMU MELIHAT DIDALAMNYA ADA HAJAT (KEPADA ALLAH S.W.T) DAN KAMU KEMBALI KEPADA KEHINAAN KAMU (MEMPERAKUI PERGANTUNGAN KAMU KEPADA ALLAH S.W.T).


Allah s.w.t menyempurnakan nikmat-nikmat penciptaan dan keberlangsungan kewujudan hamba-hamba-Nya. Wujud makhluk bergantung kepada Wujud Allah s.w.t dan kesinambungan kewujudan makhluk bergantung kepada kurnia Allah s.w.t. Apa saja yang diciptakan oleh Allah s.w.t tidak dapat melepaskan diri dari pergantungan kepada Allah s.w.t. Keadaan berhajat kepada Allah s.w.t ini menjadi sifat asli bagi makhluk. Tidak ada satu pun makhluk yang mampu meneruskan kewujudan dan kehidupannya tanpa sokongan dari Allah s.w.t.
 
Dalam menjalani kehidupannya seseorang hamba Allah s.w.t didatangi oleh berbagai sebab musabab. Secara zahirnya kehidupan hamba Allah s.w.t dipengaruhi oleh hukum sebab musabab. Adanya anak sebab ada hubungan ibu dengan bapa. Berlaku kematian disebabkan oleh penyakit. Adanya proses pembesaran sebab ada makanan yang berkhasiat. Sesuatu perkara berlaku sesuai dengan sebab yang menghasilkan akibat. Sistem sebab dan akibat ini sangat rapi sehingga manusia dapat menyusun peraturan sebab musabab yang dapat menghasilkan akibat. Kerapian susunan sistem sebab musabab menambahkan lagi pengaruhnya kepada hati manusia. Apabila perhatian hanya tertumpu kepada sistem sebab musabab mereka pun melupakan asal kejadian dan sifat asli mereka. Mereka lupa kepada zat mereka yaitu ‘adam yang menerima nikmat kewujudan dan nikmat kesinambungan kewujudan. Mereka tidak dapat melihat bahwa sebab musabab adalah sebagian daripada nikmat kurnia Allah s.w.t yang menyambung kehidupan mereka.


Orang yang telah lupa kepada keaslian diri mereka perlu diberi peringatan. Peringatan yang datang kepada mereka juga dalam bentuk sebab musabab. Mereka dibiarkan mengadakan sebab tetapi akibat yang sesuai dengan sebab tersebut ditahan, sebaliknya akibat yang tidak diduga dilepaskan. Mereka dihadapkan dengan keadaan di mana sebab tidak mampu mempengaruhi akibat. Ikhtiar mereka tidak menghasilkan yang sepatutnya diperoleh. Ini membuat mereka berasa kecewa dengan sebab-sebab. Kekecewaan tersebut mengalihkan pandangan mereka kepada sifat keaslian mereka yaitu berhajat kepada Allah s.w.t yang menguasai semua sebab dan akibat. Mereka dapat melihat dengan jelas bahwa berpegang kepada hukum sebab musabab tidak melepaskan pergantungan mereka kepada Allah s.w.t. Sebab musabab adalah perkara yang datang kemudian sedangkan susunan tadbir Allah s.w.t datang lebih dahulu, menemaninya sejak mula hinggalah sampai kapanpun.


Tidak ada kekuatan sebab musabab yang dapat mengubah apa yang telah diatur oleh Allah s.w.t. Peraturan Allah s.w.t saja yang menyambung penghidupan mereka, bukan sebab musabab yang datang kemudian. Orang yang melihat kepada hakikat ini hanya mengambil sebab musabab sebagaimana layaknya sebagai manusia tetapi mereka tidak meletakkan  keberkesanannya kepada sebab musabab. Kekuasaan Allah s.w.t saja yang menentukan keberkesanan sesuatu sebab. Oleh sebab itu sifat asli hamba yang berhajat kepada Allah s.w.t tidak dapat diangkat oleh sebab musabab yang datang kemudian daripadanya.


Seseorang yang kembali kepada keasliannya mengakui akan keadaan dirinya yang lemah dan berhajat kepada Allah s.w.t. Mereka akan mengisi setiap ruang dan waktu kehidupannya dengan memperteguhkan pergantungannya kepada Allah s.w.t. Zahirnya mengadakan sebab musabab tetapi batinnya berserah kepada Allah s.w.t yang menguasai semua sebab dan menentukan akibat. Dia menghayati nikmat kesinambungan kewujudan sebagai hamba Allah s.w.t. Dia menjalani kehidupan yang penuh dengan sebab musabab tanpa mengalih pandangan daripada as-Samad, Tuhan yang dihajati oleh semua makhluk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)