Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM

 SYARAH AL-HIKAM Bagian Pertama,Kedua,Ketiga

Mohon Maaf Jika Terjemahan Dibawah Ini Ada yang Salah Maka Mohon Sekiranya Pembaca Dapat Meluruskannya Untuk Itu Saya Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Bermanfaat

28: Pembimbing Jalan Hakiki 29: Permintaan dan kedudukan 30: Qadar yang lebih halus 31:  Peluang mendekati  Allah s.w.t 32: Sifat kehidupan duniawi 33: Sandarkan niat kepada Allah s.w.t 34 & 35: Permulaan dan kesudahan 36: Batiniah mempengaruhi lahiriah 37: Pandangan hati dan akal 38: Sebarkan kebaikan mengikut kemampuan 39: Nur-nur karunia Allah s.w.t 40: Hijab menutupi diri dan alam ghaib 41: Diri yang terhijab, Allah s.w.t tidak 42: Sifat yang menyalahi ubudiyah 43 & 44: Ridha atau tiada nafsu puncak maksiat atau taat 45: Makrifat hati terhadap Allah s.w.t 46: Allah maha esa, ada dan kekal 47: Al-Karim, tumpuan segala hajat dan harapan 48:  Hajat dari Allah, hanya Dia yang dapatmelaksanakannya  49: Baik sangka terhadap Allah s.w.t  50: Kesan dari buta mata hati  51: Keluar dari alam menuju Pencipta alam 52: Sucikan maksud dan tujuan  53 & 54:  Waspada memilih sahabat  55: Zahid dan raghib  56: Amal, ahwal dan makom  57: Peranan zikir  58: Tanda matinya hati  59 & 60: Dosa dan baik sangka  61: Amal yang bernilai disisi Allah s.w.t 62 - 64: Wirid dan warid  65 – 67: Nur, mata hati dan hati 68 & 69: Ketaatan adalah karunia Allahs.w.t  70 - 72: Tamak melahirkan kehinaan  73:  Nikmat dan bala adalah jalan mendekatiAllah s.w.t  74: Syukur mengikat nikmat  75: Karunia yang menjadi istidraj 76: Murid yang terpedaya 77: Jangan meremehkan wirid yang lambat mendatangkan warid  78: Karunia Allah s.w.t yang menetap pada hamba-Nya  79: Warid terjadi secara tiba-tiba  80: Tanda kejahilan ahli hakikat  81: Akhirat tempat pembalasan bagi hamba-hambayang mukmin  82: Tanda diterima amal  83: Kedudukan hamba disisi Allah s.w.t  84: Nikmat lahir dan batin  85: Sebaik-baik permintaan  86: Tipu daya terhadap orang yang tidak taat


29: PERMINTAAN DAN KEDUDUKAN
PERMINTAAN DARIPADA-NYA MENUNJUKKAN KURANG PERCAYAMU KEPADA-NYA. PERMINTAAN KEPADA-NYA MENUNJUKKAN KAMU TIDAK MELIHAT-NYA.  PERMINTAAN KEPADA LAINNYA MENUNJUKKAN SEDIKIT MALU TERHADAP-NYA. PERMINTAAN DARI LAINNYA MENUNJUKKAN JAUHNYA KAMU DARIPADA-NYA.
Hikmat 29 ini adalah umpama alat untuk menilai diri sendiri. Perhatikan kecenderungan kita dalam mengajukan permintaan. Jika kita cenderung meminta dari lain-Nya,  kita ajukan permintaan kepada sesama makhluk, itu tanda hati kita berpaling jauh dari Allah s.w.t. Hati kita merasakan seolah-olah makhluk lain memiliki kuasa penentu sehingga hati kita tidak dapat melihat kepada kekuasaan Tuhan. Cermin hati kita dibaluti oleh awan gelap yang mengandungi gambar-gambar benda alam, tuntutan syahwat, permainan hawa nafsu yang melalaikan dan tumpukan dosa yang tidak dibersihkan dengan taubat. Hati yang mengalami keadaan begini dinamakan nafsu ammarah.
Ammarah bukan saja menyerang orang jahat, orang alim dan ahli ibadat juga dapat menerima serangannya dan mungkin tunduk kepadanya. Agar orang alim tidak terpedaya oleh ilmunya dan ahli ibadat tidak terpedaya oleh amalnya, perhatikan tempat jatuhnya permintaan. Jika warna-warni keduniaan seperti harta, pangkat dan kemuliaan yang menjadi tuntutannya dan kesungguhan usaha dan ikhtiarnya ditujukan semata-mata kepada manusia dan alat dalam mendapatkan keperluannya, itu menjadi tanda bahawa hatinya berpaling jauh dari Allah s.w.t. Luruskan wajah hati agar ia menghadap kepada Allah s.w.t. Bila wajah hati menghadap kepada Wajah Allah s.w.t dapatlah mata hati melihat bawa Allah s.w.t saja yang berkuasa sementara makhluk hanyalah bekas tempat zahir kesan kekuasaan-Nya.
Golongan kedua pula meminta kepada lain-Nya, yaitu walaupun dia memohon kepada Allah s.w.t tetapi yang dipinta adalah sesuatu selain Allah s.w.t. Dia mungkin meminta agar Allah s.w.t mengaruniakan kepadanya harta, pangkat dan kemuliaan disisi makhluk. Permintaannya sama seperti golongan yang pertama cuma dia meminta kepada Allah s.w.t tidak kepada makhluk. Orang yang dari golongan ini yang lebih sedikit ialah yang memohon kepada Allah s.w.t agar dikaruniakan faedah-faedah akhirat seperti pahala, syurga dan juga keberkatan. Permintaan yang berupa faedah duniawi dan ukhrawi menunjukkan sikap kurang malunya seseorang hamba itu terhadap Allah s.w.t. Orang yang seperti ini hanya melihat kepada nikmat tetapi tidak mau mengenali Pemberi nikmat. Perhatikan pada diri kita, apakah kita asyik merengek meminta itu dan ini dari Allah s.w.t. Jika sifat demikian ada pada kita, itu tandanya hati kita masih keras dan perlu dilembutkan dengan zikrullah dan amal ibadat agar lahirlah sifat malu terhadap Allah s.w.t Yang Maha Lemah-lembut dan Maha Bersopan Santun.
Ada pula orang yang membuat permintaan kepada-Nya, yaitu meminta agar dia didekatkan kepada-Nya. Dia merasakan dirinya jauh dari Allah s.w.t. Inilah orang yang mata hatinya tertutup, tidak dapat melihat bahawa Allah s.w.t lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri, Allah s.w.t sentiasa bersama-samanya walau dimana dia berada. Bagaimana melihat Allah s.w.t lebih dekat dari urat leher dan Allah s.w.t senantiasa bersama walau dimana kita berada, tidak dapat diuraikan. Ia bukanlah penglihatan mata tetapi penglihatan rasa atau penglihatan mata hati. Perhatikanlah, andainya kita cenderung meminta agar didekatkan kepada Allah s.w.t itu tandanya mata hati kita masih kelabu, maka sucikanlah hati dengan sembahyang, berzikir dan ibadat-ibadat lain.
Golongan keempat adalah yang mengajukan permintaan daripada-Nya. Orang ini mengakui bahawa Allah s.w.t saja yang memiliki segala-galanya. Hanya Allah s.w.t yang berhak memberi apa yang dimiliki-Nya. Permintaan seperti ini menunjukkan kurang percayanya kepada Allah ar-Rahman, Yang Maha Pemurah dan al-Karim, Yang Memberi tanpa diminta. Bukankah ketika kita di dalam kandungan ibu kita belum pandai meminta tetapi Allah s.w.t telah memberi yang sebaik-baiknya kepada kita. Allah s.w.t yang telah memberi ketika kita belum pandai meminta itu jugalah Tuhan kita sekarang ini dan sifat murah-Nya yang sekarang ini seperti yang dahulu itu juga. Ketika kita belum pandai meminta kita mempercayai-Nya sepenuh hati mengapa pula bila kita sudah pandai meminta kita menjadi ragu-ragu terhadap kemurahan-Nya. Perhatikanlah, jika kita masih meminta-minta itu tandanya belum bulat penyerahan kita kepada-Nya. Penting bagi orang yang melatihkan dirinya untuk dipersiapkan menemui Tuhan membulatkan penyerahan kepada-Nya tanpa keraguan sedikit pun.
Ketika membincangkan Hikmat 28 telah diuraikan keadaan orang yang telah memperoleh perkaitan dengan hakikat. Kesempatan mengalami hakikat bukanlah akhir pencapaian. Seseorang haruslah mencapai makom keteguhan hati sebelum mencapai makom kewalian. Pada makom kewalian si hamba dikaruniakan penjagaan dan perlindungan-Nya. Orang yang belum sampai kepada keteguhan hati tidak lepas dari mengajukan permintaan kepada Allah s.w.t. Permintaannya bukan lagi berbentuk duniawi atau ukhrawi tetapi yang dimintanya ialah keteguhan hati, penjagaan dan pelindungan-Nya. Permintaan orang yang berada pada peringkat ini menunjukkan dia belum bebas sepenuhnya dari sifat-sifat kemanusiaan yaitu dia belum mencapai fana hakiki. Orang yang berada pada peringkat ini haruslah berhati-hati dengan pencapaiannya. Janganlah terpedaya dengan perolehan makrifat karena makrifat itu juga merupakan ujian.
Ketahuilah jika seseorang mendatangi Allah s.w.t berbekalkan amal maka Allah s.w.t menyambutnya dengan  perhitungan. Jika amalnya dihisab dengan teliti niscaya tidak ada satu pun yang layak dipersembahkan kepada Allah s.w.t. Jika dia mendatangi-Nya dengan ilmu pengetahuan maka Allah s.w.t menyambutnya dengan tuntutan. Ilmunya tidak mampu menyatakan kebenaran yang hakiki. Jika dia mendatangi-Nya dengan makrifat maka Allah s.w.t menyambutnya dengan hujah. Dia tidak akan dapat memperkenalkan Allah s.w.t.
Oleh itu singkirkan tuntutan dan pilihan agar Allah s.w.t tidak membuat tuntutan kepada kita. Lepaskan ilmu kita, amal kita, makrifat kita, sifat kita, nama kita dan segala-galanya agar kita menemui Allah s.w.t seorang diri tanpa sembarang bekal. Jika mau mencapai keadaan ini ikhlaskan hati untuk semua amal perbuatan kita. Baikkan niat dan bersabar tanpa mengeluh atau membuat tuntutan. Kemudian naik kepada ridha dengan hukum-Nya. Insya’ Allah kita akan menemui-Nya, yaitu pertemuan ubudiyah dengan Rububiah.
Suasana yang disebutkan diatas telah digambarkan oleh Rasulullah s.a.w dengan sabda baginda s.a.w yang bermaksud: “Tidak ada amalan anak Adam yang melepaskan dirinya dari azab Allah s.w.t melebihi amalan berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla”. Baginda s.a.w juga bersabda yang bermaksud: “Berfirman Allah ‘Azza wa Jalla: ‘Barangsiapa menghabiskan waktunya berzikir kepada-Ku, tanpa meminta kepada-Ku, niscaya Aku berikan kepadanya yang lebih utama daripada apa yang Aku berikan kepada mereka yang meminta’”.
Zikir yang sebenarnya adalah penyerahan secara menyeluruh kepada Allah s.w.t dalam segala perkara agama baik yang mengenai dunia maupun yang akhirat. Sembahyangnya, ibadatnya, hidupnya dan matinya hanya karena Allah s.w.t semata-mata. Dia bersembahyang, beribadat dan melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan karena mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Sekiranya Allah s.w.t tidak menjadikan syurga dan neraka, juga tidak mengadakan dosa dan pahala, maka sembahyangnya, ibadatnya, pekerjaannya dan perbuatannya tetap juga serupa. Mutu kerja yang dia menerima upah dan kerja yang dia tidak menerima upah adalah serupa. Hatinya tidak cenderung untuk memperhatikan upah karena apa saja yang dia lakukan adalah karena Allah s.w.t. Hatinya bukan saja tidak memperhatikan upah dari manusia, bahkan ia juga tidak mengharapkan balasan apapun dari Allah s.w.t. Kekuatan untuk mengingat Allah s.w.t dan berserah diri kepada-Nya merupakan ‘upah’ yang sangat besar, tidak perlu lagi menuntut upah yang lain.
Hamba yang zikirnya sudah larut kedalam penyerahan, segala urusan hidupnya diuruskan oleh Tuhannya. Dia adalah umpama bayi yang baharu lahir, senantiasa dipelihara, dijaga dan dilindungi oleh ibunya. Pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan Allah s.w.t melebihi apapun yang mampu dilakukan oleh makhluk. Hamba yang Allah s.w.t masukkan kedalam daerah pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan-Nya itu dipanggil wali Allah, yaitu hamba yang dipelihara, dijaga dan dilindungi oleh Allah s.w.t dari lupa kepada-Nya, durhaka kepada-Nya, hilang pergantungan kepada-Nya dan juga dari gangguan makhluk-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)