Kitab Kimyatusy Sya'adah Karya Imam Al-Ghazali
6. MEMANDANG
ALLOH
Cinta kepada Alloh ini adalah hal yang paling tinggi sekali dan itulah tujuan kita yang terakhir. Kita telah berbicara berkenaan bahaya kerohanian yang akan menghalangi cinta kepada Alloh dalam hati manusia, dan kita telah berbicara berkenaan berbagai sifat-sifat yang baik sebagai keperluan asas menuju Cinta Alloh itu.
Kesempurnaan
manusia itu terletak dalam Cinta kepada Alloh ini. Cinta kepada Alloh ini
hendaklah menakluki dan menguasai hati manusia itu seluruhnya. Kalau pun tidak
dapat seluruhnya, maka sekurang-kurangnya hati itu hendaklah cinta kepada Alloh
melebihi cinta kepada yang lain.
Sebenarnya
mengetahui Cinta Ilahi ini bukanlah satu hal yang senang sehingga ada satu
golongan orang bijak pandai agama yang langsung menafikan cinta kepada Alloh
atau Cinta Ilahi itu. Mereka tidak percaya manusia boleh mencintai Alloh
Subhanahuwa Taala karena Alloh itu bukanlah sejenis dengan manusia. Kata
mereka; maksud Cinta Ilahi itu adalah semata-mata tunduk dan patuh kepada
Alloh saja.
Sebenarnya mereka
yang berpendapat demikian itu adalah orang yang tidak tahu apakah hakikatnya
agama itu.
Semua orang Islam
setuju bahwa cinta kepada Alloh (cinta Alloh) itu adalah satu tugas. Alloh ada
berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin;
" Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ". (Al Maidah:54)
Nabi pernah
bersabda;
"Belum sempurna iman seseorang itu hingga ia Mencintai Alloh
dan Rasulnya lebih daripada yang lain".
Apabila malaikat
maut datang hendak mengambil nyawa Nabi Ibrahim,
Nabi Ibrahim berkata,
Nabi Ibrahim berkata,
"Pernahkah engkau melihat sahabat mengambil nyawa
sahabat?"
Alloh berfirman,
"Pernahkah engkau melihat sahabat tidak mau melihat
sahabatnya?"
Kemudian Nabi
Ibrahim berkata, "Wahai Izrail! Ambillah nyawaku!"
Doa ini diajar oleh
Nabi kepada sahabatnya;
"Ya
Alloh, kurniakanlah kepada ku Cinta terhadap Mu dan Cinta kepada mereka yang
Mencintai mu, dan apa saja yang membawa aku hampir kepada CintaMu, dan
jadikanlah CintaMu itu lebih berharga kepadaku dari air sejuk kepada orang yang
dahaga."
Hasan Basri berkata;
"Orang
yang kenal Alloh akan Mencintai Alloh, dan orang yang mengenal dunia akan benci
kepada dunia itu".
Sekarang marilah
kita membicarkan pula berkenaan dengan keadaan cinta itu. Bolehlah ditafsirkan
bahwa cinta itu adalah kecenderungan kepada sesuatu yang indah atau nyaman.
Ini nyata sekali pada dari yang lima (pancaindera) yaiitu tiap-tiap satunya
mencintai apa yang memberi keindahan atau kepuasan kepadanya. Mata cinta kepada
bentuk-bentuk yang indah. Telinga cinta kepada bunyi-bunyinya yang merdu, dan
sebagainya. Inilah jenis cinta yang kita miliki dan binatang pun memilikinya.
Tetapi ada dari
yang keenam atau keupayaan pandangan yang terletak dalam hati, dan ini tidak
ada pada binatang. Dengan melalui inilah kita mengenal keindahan dan keagungan
keruhanian. Oleh karena itu, mereka yang terpengaruh dengan kehendak-kehendak
jasmaniah dan kedunian saja tidak dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Nabi
apabila baginda berkata bahwa baginda cinta kepada sembahyang melebihi dari
cintanya kepada perempuan dan bau harum wangi, meskipun perempuan dan
wangi-wanginya itu disukai juga oleh baginda. Tetapi siapa yang mata batinnya
terbuka untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Ilahi akan memandang rendah
kepada semua hal-hal yang zhohir walau bagaimanapun cantiknya sekalipun.
Orang yang
memandang zhohir saja akan berkata bahwa kecantikan itu terletak pada warna
kulit yang putih dan merah, kaki dan tangan yang eloknya dan sebagainya lagi,
tetapi orang ini buta kepada kecantikan akhlak, seperti apa yang dikatakan
orang bahwa seseorang itu mempunyai sifat-sifat akhlak yang "indah". Tetapi
bagi mereka yang mempunyai pandangan batin dapat mencintai orang-orang besar
yang telah kembali kealam baka, seperti Khalifah Umar dan Abu Bakar misalnya,
karena kedua-dua orang besar ini mempunyai sifat-sifat yang agung dan mulia,
meskipun tubuh mereka telah hancur menjadi tanah. Cinta seperti ini bukan
memandang kepada sifat-sifat zhohir saja, tetapi memandang kepada sifat-sifat
batin. Bahkan apabila kita hendak menimbulkan cinta dalam hati kanak-kanak
terhadap seseorang, maka kita tidak memperihalkan keindahan bentuk zhohirnya,
dan lain-lain, tetapi kita perihalkan keindahan-keindahan batinnya.
Apabila kita gunakan prinsip ini terhadap cinta kepada Alloh, maka kita
akan dapati bahwa Dia sajalah sepatutnya kita Cinta. Mereka yang tidak
mencintai Alloh itu ialah karena mereka tidak mengenal Alloh itu. Apa saja yang
kita cinta kepada seseorang itu, kita cintai karena itu adalah bayangan Alloh.
Karena inilah kita cinta kepada Muhammad Saw karena baginda adalah Rasul dan
kekasih Alloh, dan cinta kepada orang-orang alim dan orang-orang auliya itu
adalah sebenarnya cinta kepada Alloh.
Kita akan lihat ini lebih jelas jika kita perhatikan apakah
sebab-sebabnya yang menyemarakkan cinta.
Sebab
pertama ialah, bahwa seseorang itu cinta kepada dirinya sendiri
dan menyempurnakan keadaannya sendiri. Ini membawanya secara langsung menuju
Cinta kepada Alloh, karena wujudnya dan sifatnya manusia itu adalah semata-mata
Kurniaan Alloh saja. Jika tidaklah karena kehendak Alloh Subhanahuwa Taala dan
KemurahanNya, manusia tidak akan zhohir ke alam nyata itu. Kejadian manusia
itu dan pencapaian menuju kesempurnaan adalah juga dengan kurnia Alloh semata.
Sungguh aneh jika seseorang itu berlindung ke bawah pohon dari sinar matahari
tetapi tidak berterima kasih kepada pohon itu.
Begitu jugalah jika tidaklah karena Alloh, manusia tidak akan wujud dan tidak akan ada mempunyai sifat-sifat langsung. Oleh karena itu, kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Alloh? Jika tidak cinta kepada Alloh berarti ia tidak mengenalNya. Tanpa mengenalNya orang tidak akan Cinta kepadaNya, karena Cinta itu timbul dari pengenalan . Orang yang bodoh saja yang tidak mengenal.
Begitu jugalah jika tidaklah karena Alloh, manusia tidak akan wujud dan tidak akan ada mempunyai sifat-sifat langsung. Oleh karena itu, kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Alloh? Jika tidak cinta kepada Alloh berarti ia tidak mengenalNya. Tanpa mengenalNya orang tidak akan Cinta kepadaNya, karena Cinta itu timbul dari pengenalan . Orang yang bodoh saja yang tidak mengenal.
Sebab yang kedua ialah, bahwa manusia itu
cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurnia kepada dirinya. Pada
hakikatnya yang memberi pertolongan dan kurnia itu hanya Alloh saja. Sebenarnya
apa saja pertolongan dan kurnia dari makhluk atau hamba itu adalah dorongan dari
Alloh Subhanahuwaa Taala juga. Apa saja niat hati untuk membuat kebaikan kepada
orang lain, sama ada keinginan untuk maju dalam bidang agama atau untuk
mendapatkan nama yang baik, maka Alloh itulah pendorong yang menimbulkan
niat, keinginan dan usaha untuk mencapai apa yang dicinta itu.
Sebab
yang ketiga ialah cinta yang ditimbulkan dengan cara renungan atau
tafakur tentang Sifat-sifat Alloh, Kuasa dan KebijaksanaanNya. Dan bermula
Kekuasaan dan kebijaksanaan manusia itu adalah bayangan yang amat kecil dari
Kekuasaan dan Kebijaksanaan Alloh Subhanahuwa Taala juga. Cinta ini adalah
seperti cinta yang kita rasakan terhadap orang-orang besar di zaman dulu,
misalnya Imam Malik dan Imam Syafie meskipun kita tidak akan menyangka menerima
sebarang faedah pribadi dari mereka itu, dan dengan itu adalah jenis yang tidak
mencari untung. Alloh berfirman kepada Nabi Daud,
"Hamba yang paling aku Cintai ialah mereka yang mencari Aku
bukan karena takut hukumKu atau hendakkan KurniaanKu, tetapi adalah semata-mata
karena Aku ini Tuhan."
Dalam kitab Zabur
ada tertulis,
"Siapakah yang lebih melanggar batas daripada orang yang
menyembahKu karena takutkan Neraka atau berkehendakkan Syurga? Jika tidak aku
jadikan Surga dan Neraka itu tidakkah Aku ini patut disembah?"
Sebab
yang keempat berhubungan dengan cinta ini ialah karena keterikat
yang erat antara manusia dan Tuhannya, yang maksudkan oleh Nabi dalam sabdanya
:
"Sesungguhnya Alloh jadikan manusia menurut bayanganNya"
Selanjutnya Alloh
berfirman;
"HambaKu mencari kehampiran denganKu, supaya Aku jadikan dia
kawanKu, dan bila Aku jadikan ia kawanku, jadilah Aku telinganya, matanya dan
lidahnya".
Alloh berfirman
juga kepada Nabi Musa;
"Aku
sakit, engkau tidak mengungjungiKu." Nabi Musa menjawab, "Aahai Tuhan,
Engkau itu Tuhan langit dan bumi, bagaimana engkau boleh sakit?" Alloh
menjawab, "Seorang hambaKu sakit, kalau engkau mengunjungi dia, maka engkau
mengunjungi Aku."
Ini
adalah satu hal yang agak bahaya hendaklah dikaji lebih dalam karena ia tidak
terjangkau oleh pengetahuan orang awam, bahkan yang bijak pandai pun mungkin
tumbang dalam perjalanan hal ini, lalu menganggap ada penzhohiran atau
penjelmaan Tuhan dalam manusia. Tambahan pula hal kemiripan hamba dengan Tuhan
ini dibantah oleh Alim Ulama' yang tersebut diatas dulu karena mereka
berpendapat bahwa manusia itu tidak dapat mencintai Alloh oleh sebab Alloh bukan
sejenis manusia. Walau pun berapa jauh jaraknya antara mereka, namun manusia
boleh mencintai Alloh karena yang kemiripan itu ada ditunjukkan oleh sabda Nabi
:
"Alloh
jadikan manusia menurut rupanya."
Dan kataku pula
(suluk), untuk mendapat dan menjejaki maksud sabda Nabi yang penuh dan melimpah
dengan lautan hikmah zhohir dan batin ini, perlulah diambil pengajaran dari
kalangan ulama yang muqarrabin yang arifbiLlah dari kalangan Aulia Alloh yang
apabila berbicara, hanya akan mengungkapkan sesuatu yang didatangi dari Alam
Tinggi, bukan beralaskan sesuatu kepentingan atau pengaruh hawa nafsunya.
Ilmu mereka adalah pencampakkan Ilham dari Alloh Taala yang didapati terus dari
Alloh sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Imam Ghazali dalam karyanya
Al-Risalutul lil Duniyyah sebagaimana berikut;
Ilham adalah kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi
manakala Ilham ialah pemaparannya. Ilmu yang didapati menerusi Ilham dinamakan
Ilmu Laduni.
Ilmu Laduni ialah
ilmu yang tidak ada perantaraan dalam mendapatkannya di antara jiwa dan Alloh
Taala. Ia adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib jatuh ke atas Qalbu
yang bersih, kosong lagi halus (Lathif).
Semua orang Islam percaya bahwa memandang Alloh itu adalah puncak segala
kebahagiaan karena ada tercatat dalam hukum. Tetapi bagi kebanyakan orang,
ini adalah berbicara di mulut saja yang tidak menimbulkan rasa dalam hati.
Sebenarnyalah begitu karena bagaimana orang dapat menyintai sesuatu jika ia
tidak tahu dan tidak kenal? Kita akan coba menunjukkan secara ringkas bagaimana
memandang Alloh itu puncak segala kebahagiaan yang bisa dicapai oleh manusia.
Pertama ,
tiap-tiap bakat atau anggota manusia itu ada tugas-tugasnya masing-masing dan ia
merasa tertarik dan suka menjalankan tugas itu. Ini serupa saja sejak dari
kehendak tubuh yang paling rendah hinggalah kepada pengetahuan akal yang paling
tinggi. Usaha mental (otak) yang paling rendah pun mendatangkan ketertarikan
yang lebih dari hanya memuaskan kehendak tubuh saja. Kadang-kadang seseorang
yang khusuk bermain catur tidak mau makan meskipun ia berkali-kali dipanggil
untuk makan.
Makin tinggi hal pengetahuan kita itu, maka makin bertambah menarik dan
sukalah kita mengusahakan hal itu. Misalnya kita lebih berminat untuk
mengetahui rahasia Sultan dan rahasia menteri. Dengan demikian, oleh karena
Alloh itu adalah objek atau hal pengetahuan yang paling tinggi, maka mengenal
atau mengetahui Alloh itu mestilah memberi kebahagiaan dan kelezatan lebih
daripada yang lain-lain. Orang yang mengetahui dan mengenal Alloh walaupun
dalam dunia ini. seolah-olah di dalam syurga, buah-buahan bebas untuk
dipetik, dalam lebarnya tidak disempitkan oleh penghuninya yang ramai itu.
Firman Alloh SWT :
" Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa " (Al Imran:133)
Tetapi kenikmatan
ilmu atau pengetahuan masih tidak menyamai atau menyerupai kenikmatan pandangan
sebagaimana ketertarikan kita dalam memikirkan mereka yang bercinta adalah lebih
rendah daripada ketertarikan yang diberi oleh memandangnya dengan benar.
Terpenjaranya kita dalam tubuh kita dari tanah dan air dan terbelenggu kita dalam hal-hal indera (pancaindera) menjadikan hijab yang melindungi kita daripada memandang Alloh , meskipun tidak menghalang pencapaian kita kepada mengetahui dan mengenalNya. karena inilah Alloh berfirman kepada Nabi Musa di Gunung Sinai,
Terpenjaranya kita dalam tubuh kita dari tanah dan air dan terbelenggu kita dalam hal-hal indera (pancaindera) menjadikan hijab yang melindungi kita daripada memandang Alloh , meskipun tidak menghalang pencapaian kita kepada mengetahui dan mengenalNya. karena inilah Alloh berfirman kepada Nabi Musa di Gunung Sinai,
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al Araaf:143)
Hakikat hal
ini adalah sebagaimana benih manusia itu menjadi manusia, dan biji tamar
menjadi pohon tamar, begitu jugalah mengenal Alloh yang diperoleh di dunia ini
akan bertukar menjadi "Memandang Alloh" di akhirat kelak, dan mereka yang tidak
mempelajari pengetahuan itu tidak akan mendapat pandangan itu. Pandangan ini
tidak akan dibagi-bagikan sama rata kepada mereka yang tahu tetapi "konsep
pemahaman" mereka tentangnya akan berbeda-beda sebagaimana ilmu mereka.
Alloh itu Satu tetapi ia kelihatan dengan berbagai-bagai cara,
sebagaimana satu benda itu terbayang dalam berbagai cara dalam berbagai cermin.
Ada yang lurus, ada yang bengkok, ada yang terang dan ada yang gelap.
Sesuatu cermin itu mungkin terlalu bengkok dan ini menjadikan bentuk-bentuk yang
cantik kelihatan buruk dalam cermin itu. Seseorang manusia itu mungkin membawa
ke akhirat hati yang gelap dan bengkok, dan dengan itu pandangan yang menjadi
puncak kedamaian dan kebahagiaan kepada orang lain, akan menjadi sumber
kesengsaraan dan kedukaan kepadanya.
Orang yang
Menyintai Alloh sepenuh hati dan Cintanya kepada Alloh melebihi Cintanya kepada
yang lain akan memperolehi lebih banyak kebahagiaan daripada pandangan melebihi
daripada mereka yang dalam hatinya tidak ada pandangan ini. Umpama dua orang
yang kekuatan matanya sama saja memandang kepada wajah yang cantik. Orang yang
telah ada cintanya kepada orang yang memiliki wajah itu akan merasa tertarik dan
bahagia memandang wajah itu melebihi dari orang yang tidak ada cintanya kepada
orang yang mempunyai wajah itu.
Untuk
kebahagiaan yang sempurna, ilmu saja tidak tidaklah cukup. Hendaklah
disertakan dengan Cinta. Cinta kepada Alloh itu tidak akan tercapai selagi hati
itu tidak dibersihkan daripada cinta kepada dunia. Pembersihan ini dapat
dilakukan dengan menahan diri dari hawa nafsu yang rendah dan bersikap zuhud.
Semasa dalam dunia ini, keadaan seseorang itu terhadap "Memandang Alloh"
adalah ibarat orang yang cinta yang melihat muka orang yang yang dicintai dalam
waktu senja kala dan pakaiannya penuh dengan penyengat dan kalajengking yang
senatiasa menggigitnya. Tetapi sekiranya matahari terbit dan menunjukkan muka
yang dicintai dengan segala keindahannya, dan penyengat serta kala itu telah
pergi darinya, maka kebahagiaan orang yang cinta itu adalah seperti hamba Alloh
yang terlepas dari gelap senja dan azab cobaan di dunia ini, lalu
melihat dia tanpa hijab lagi .
Abu Sulaiman
berkata;
"Siapa yang
sibuk dengan dirinya sendiri saja di dunia ini, akan sibuk juga dengan dirinya
di akhirat kelak, dan siapa yang sibuk dengan Alloh di dunia ini akan sibuk
juga dengan Alloh di akhirat kelak".
Yahya bin Mu'adz
menceritakan;
"Saya lihat Abu
Yazid Bustomin sembahyang sepanjang malam. apabila beliau telah habis
sembahyang, beliau berdoa dan berkata :
"Oh
Tuhan!!! Setengah dari hambaMu meminta padaMu kuasa untuk membuat sesuatu yang
luar biasa (karamat) seperti berjalan di atas air, terbang di udara, tetapi
aku tidak meminta itu; ada pula yang meminta harta karun, tetapi aku tidak
meminta itu,
kemudian ia
memalingkan mukanya dan setelah dilihatnya saya, ia berkata; "Kamu di situ
Yahya?" Saya menjawab; "Ya!" Beliau bertanya lagi; "Sejak kapan?" Saya
menjawab; "Telah lama saya di sini" Kemudian saya bertanya dan beliau
menceritakan kepada saya setengah daripada pengalaman keruhaniannya.
"Saya akan
menceritakan" Jawab beliau. "Apa yang boleh saya ceritakan kepadamu,
Alloh Subhahahuwa Taala menunjukkan aku kerajaanNya dari yang paling
tinggi hingga ke paling rendah. DiangkatNya saya melampaui Arash dan Kursi dan
tujuh petala langitnya, kemudian Ia (Alloh) berkata; "Pintalah kepadaKu apa
saja yang engkau kehendaki".
Saya menjawab; "Ya Alloh!!! tidak akan saya minta apa pun
melainkan Engkau".
JawabNya
(Alloh) : "Sesungguhnya engkau hambaKu yang sebenar benarnya".
Pada suatu ketika
pula Abu Yazid berkata:
"Sekiranya
Alloh mengkaruniakan engkau kemiripan denganNya seperti Ibrahim, kekuasaan
Sholat Musa, keruhanian 'Isa, namun wajahmu hadapkanlah kepada Dia saja
karena ia ada harta yang melampaui segala-galanya itu"
Suatu hari seorang
sahabatnya berkata kepada beliau; "Selama tiga puluh tahun saya puasa di siang
hari dan sembahyang di malam hari tetapi saya tidak dapati kenikmatan keruhanian
yang engkau katakan itu".
Abu
Yazid menjawab; "Jika engkau puasa dan sembahyang selama tiga ratus tahun pun,
engkau tidak akan mendapatkannya".
Sahabatnnya
berkata; "Bagaimanakah itu?"
Kata Abu Yazid; "obatnya ada tetapi engkau tidak akan sanggup menelannya obat itu". Tetapi oleh karena sahabatnya itu bersungguh-sungguh benar meminta supaya diceritakan, Abu Yazid pun berkata;
Kata Abu Yazid; "obatnya ada tetapi engkau tidak akan sanggup menelannya obat itu". Tetapi oleh karena sahabatnya itu bersungguh-sungguh benar meminta supaya diceritakan, Abu Yazid pun berkata;
"Pergilah kepada tukang gunting dan cukurlah janggutmu itu;
buanglah pakaianmu itu kecuali seluar dalam saja. Ambil satu kampit penuh yang
berisi "Siapa yang mau menempeleng kuduk leherku dia akan mendapat buah ini"
Kemudian dalam keadaan ini pergilah kepada Kadi dan ahli syariat dan berkata;
"Berkatilah Ruhku".
Kata sahabatnya;
"Tidak sanggup saya berbuat demikian, berilah saya cara yang lain".
Abu
Yazid pun berkata; "Inilah saja caranya, tetapi seperti yang telah
saya katakan kamu ini tidak dapat diobat lagi".
Sebab Abu
Yazid berkata demikian kepada orang itu ialah karena orang itu sebenarnya
pencari pangkat dan kedudukan. Bercita-cita hendak pangkat dan kedudukan
seperti bersikap sombong dan bangga adalah penyakit yang hanya dapat diobat
dengan cara yang demikian itu.
Alloh berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kami lah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash Shaff:14)
Apabila orang
bertanya kepada Nabi 'Isa; "Apakah kerja yang paling tinggi sekali
derajatnya?" Beliau menjawab; "Mencintai Alloh dan tunduk kepadaNya".
Suatu ketika orang
bertanya kepada Wali Alloh bernama Rabi'atul Adawiyah sama ada beliau cinta
kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau menjawab; " Cinta kepada Alloh
menghalang aku cinta kepada makhluk".
Ibrahim bin Adham
dalam doanya berkata; "Ya Alloh! pada mataku syurga itu sendiri lebih
kecil dari unggas jika dibandingkan dengan Cintaku terhadapMu dan kenikmatan
mengingatiMu yang Engkau telah kurniakan kepadaku".
Siapa yang menganggap ada kemungkinan menikmati kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Alloh adalah orang yang telah jauh sesat anggapannya, karena segala-galanya di akhirat itu adalah kembali kepada Alloh dan Alloh itulah alamat yang dituju dan dicapai setelah melalui halangan yang tidak terhingga banyaknya. Nikmat memandang Alloh itu adalah kebahagiaan. Jika seseorang itu tidak suka kepada Alloh di sini, maka di sana pun ia tidak suka juga kepada Alloh. Jika sedikit saja sukanya kepada Alloh di sini, maka sedikit jugalah sukanya kepada Alloh di sana . Pendeknya, kebahagiaan kita di akhirat adalah tergantung pada kadar Cintanya kita kepada Alloh di dunia ini.
Sebaliknya jika
dalam hati manusia itu ada tumbuh cinta kepada apa saja yang berlawanan dengan
Alloh, maka keadaan hidup di akhirat sana akan berlainan dan ganjil sekali
kepadanya dan dengan ini apa saja yang mendatangkan kebahagiaan kepada orang
lain, akan mendatangkan 'azab sengsara kepadanya. Mudah-mudahan Alloh lindungi
kita dari terjadi sedemikian itu.
Ini bolehlah kita
gambarkan dengan misalnya seperti berikut :
Seorang pengangkut
sampah pergi ke kedai yang menjual minyak wangi. Apabila beliau membawa
bau-bauan yang harum wangi itu, ia pun jatuh dan tidak sadar diri. Orang pun
datang hendak memberi pertolongan kepadanya. Air dipercikkan kemukanya dan
dihidungnya diletakkan kasturi. Tetapi beliau bertambah parah. Akhirnya
datanglah seorang pengangkut sampah juga, lalu diletakkan sedikit sampah kotor
di bawah hidung orang yang pingsan itu. Dengan segera orang itu pun sadar
semula sambil berseru dengan rasa puas hati, "Wah! Inilah sebenarnya wangi!"
Demikian jugalah, ahli dunia tidak akan menjumpai lagi karat dan kotor
dunia ini diakhirat. Kenikmatan keruhaniah alam sana berlainan sekali dan tidak
sesuai dengan kehendaknya. Maka ini menjadikannya bertambah parah dan sengsara
lagi. karena alam sana itu adalah alam ruhaniah dan penzhohiran Jamal
(keindahan) Alloh Subhanahuwa Taala. Berbahagialah mereka yang ingin mencapai
kebahagiaan di sana itu dan menyesuaikan dirinya dengan alam itu. Semua sikap
zahud, menahan diri ibadah, menuntut ilmu adalah bertujuan untuk mencapai
penyesuaian itu dan penyesuaian itu adalah cintanya. Inilah maksud Al-Quran:
…….., Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.(Al Baqoroh:222)
Dosa dan maksiat sangat bertentang dengan masalah ini Oleh karena itulah
tercantum dalam Al-Quran:
Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan. (Al Jaatsiyah:27)
Orang yang
dikaruniai dengan mata keruhanian telah nampak hakikat ini dalam rasa pengalaman
mereka bukan hanya kata-kata yang diterima turun-menurun sejak dahulu lagi.
Pandangan mereka itu membawa kepercayaan bahwa orang yang berkata demikian
adalah sebenarnya Nabi, ibarat orang yang mengkaji ilmu pengobatan, akan tahu
adakah orang yang berbicara berkenaan pengobatan itu sebenarnya dokter ataupun
bukan. Ini adalah jenis keyakinan yang tidak perlu dibantu dengan mukjizat atau
perbuatan yang diluar kebiasaan karena yang demikian pun dapat dilakukan juga
oleh tukang sihir atau tukang silap mata.
Komentar
Posting Komentar