Introspeksi Diri
Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman خفظه
الله
Introspeksi diri dalam
bahasa ilmiah dikenal dengan istilah Muhasabatun-nafs. Dia merupakan
perkara yang sangat penting. Jiwa manusia tidak akan baik kecuali mau
mengintrospeksi dirinya sendiri. Barangsiapa yang introspeksi diri pada hari
ini dia akan selamat pada hari esoknya, insya' Allohu Ta'ala.
Muhasabatun-nafs
dilakukan dengan cara bertanya pada diri sendiri, merenungi, berkaca terhadap
aib dan kekurangan. Kejujuran dan mau mengakui kesalahan adalah di antara kunci
keberhasilan muhasabatun-nafs.
Apa yang diharapkan dari
muhasabatun-nafs? Perubahan yang nyata, itulah yang menjadi tujuannya. Dari
jelek menuju baik, maksiat menuju taat, lalai menjadi ingat.
Bagaimanakah sebenarnya kedudukan introspeksi diri dalam menempa
jiwa agar bersih dan baik? Simak ulasan berikut ini.
Definisi
Muhasabah an-Nafs
Imam al-Mawardi رحمه الله mengatakan: "Muhasabah
adalah mengintrospeksi diri pada malam hari terhadap aktivitasnya di siang
hari. Apabila terpuji maka dilanjutkan dengan perbuatan yang semisal. Jika
ternyata jelek, dia akan memperbaiki dan tidak mengulanginya di hari
esok."(1)
Muhasabah adalah ketika akal memperhatikan kondisi jiwa, semakin
baik atau semakin rusak. Selalu bertanya terhadap perbuatan yang dikerjakan.
Mengapa dikerjakan, dan untuk siapa? Jika kebaikan ini karena Alloh عزّوجلّ dia akan meneruskannya,
jika tidak maka dihentikan. Dia akan selalu mencela jiwa atas kelalaian dan
kesalahan, jika bisa ditambal dengan perbuatan baik yang menghapusnya, dia akan
segera mengerjakannya."(2)
_______________
- Adab Dunya wa ad-Din hlm. 560, al-Mawardi, Tahqiq, Yasin Muhammad as-Sawas
- Silsilah A'mal al-Qulub hlm. 269, Qism Tahqiq bi Markaz Dr. Abdul Warits al-Haddad, Kairo
Hukumnya
Imam Ibnul Qoyyim رحمه
الله mengatakan: "Karena seorang hamba akan dihisab atas segala
sesuatu, sampai pendengaran, mata dan hatinya sebagaimana Alloh berfirman:
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُو
لا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. al-Isro’ [17]: 36)
Semestinya setiap insan
muhasabah dirinya sebelum dia diteliti dalam perhitungan hari kiamat. Yang
menunjukkan wajibnya introspeksi diri adalah firman Alloh سبحانه و تعالي yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
"Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (QS. al-Hasyr
[59]: 18)
Yaitu hendaklah setiap orang melihat apa yang sudah diperbuatnya
untuk hari kiamat, apakah amalannya termasuk amalan yang sholih yang bisa
menyelamatkan dirinya ataukah amalan yang jelek yang akan membinasakannya. Walhasil,
bahwa kebaikan hati adalah dengan muhasabah diri. Hati akan jelek jika
diremehkan dan ditinggalkan."(1)
___________________________
1.
Ighotsatul Lahfan: 1/167, Ibnul Qoyyim, Tahqiq, Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Klasifikasi
Jiwa Manusia
Jiwa manusia ada tiga
macam:
1. Jiwa yang jelek
Dia adalah jiwa yang
selalu memerintahkan berbuat kejelekan, mengikuti hawa nafsu, kesesatan dan
tempat-tempat yang jelek. Mengenai jenis jiwa ini Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ
لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Yusuf [12]: 53)
Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata: "Kejelekan jiwa itu berkisar dua perkara:
mengerjakan kemaksiatan atau lemah dalam mengerjakan ketaatan."(1)
2. Jiwa yang tenang dan bagus
Dia adalah jiwa yang
memerintahkan kebaikan dan melarang dari kejelekan. Selalu tenang ingat kepada
Alloh kembali dan taubat kepada-Nya, dan selalu dekat dan rindu berjumpa dengan
Alloh.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ.
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Robbmu dengan hati
yang puas lagi diridhoi-Nya." (QS. al-Fajr [89]:
27-28)
3. Jiwa yang selalu mencela dan menyesal
Jiwa jenis ini ada yang
mengatakan adalah sifat bagi jiwa yang baik dan jelek. Karena jiwa yang baik
akan mencela perbuatan jelek , dan jiwa yang jelek akan mencela perbuatan baik. Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَلَا
أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
"Aku bersumpah demi hari kiamat. Dan aku bersumpah dengan
jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)." (QS. al-Qiyamah [75]: 1-2)"(2)
_____________________________
1.Syarah al-Ushul min Ilmi al-Ushul hlm.10
2.Lihat Ighotsatul Lahfan: 1/153-156, Ibnul Qoyyim, at-Ta'liq
'ala al-Qowaid wal Ushul al-Jami'ah hlm.11, Ibnu Utsaimin
Keutamaan
dan Manfaat Intropeksi Diri
1.Alloh
memerintahkannya
Berdasarkan firman Alloh سبحانه و تعالي yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ
فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik." (QS. al-Hasyr [59]:
18-19)
Syaikh Abdurrohman
as-Sa'di رحمه
الله mengatakan: "Ayat
yang mulia ini adalah dalil tentang muhasabah seorang hamba terhadap dirinya.
Dan sudah selayaknya bagi manusia untuk berintrospeksi diri. Jika dia
menjumpai kekurangan, maka wajib menambalnya dan berlepas diri dari dosa dengan
taubat serta berpaling dari segala sebab yang bisa membawa dosa. Jika dia
menilai bahwa dirinya banyak meremehkan perintah-perintah Alloh عزّوجلّ, maka hendaknya ia
bersungguh-sungguh dan meminta pertolongan kepada Alloh عزّوجلّ agar diberikan kekuatan untuk menjalankan perintah. Maka yang
terhalang dari kebaikan adalah orang yang lalai dari perkara ini, dia seperti
kaum yang lupa kepada Alloh عزّوجلّ, tidak ingat hak-hak Alloh عزّوجلّ, dan dia malah berpaling mengikuti hawa nafsu! Akibatnya Alloh عزّوجلّ melupakan mereka,
melupakan kebaikan dan manfaat bagi mereka. Jadilah perkara mereka tidak
membuahkan apa pun. Mereka kembali dalam keadaan merugi dunia dan akhirat, tertipu
dan tidak mungkin ditambal, karena mereka adalah orang-orang yang fasik."(1)
2.Introspeksi diri adalah
jalan selamat bagi jiwa
Seorang muslim
diibaratkan sebagai tawanan di dunia ini. Dia tidak akan merasa aman sedikitpun
hingga berjumpa dengan Allohعزّوجلّ (2)Segala tindakannya
akan ditanya pada hari esok. Oleh karenanya bagi orang yang berintrospeksi
diri kemudian bangkit dengan memperbaiki arah hidupnya, dia akan memetik
buahnya di hari yang tiada guna lagi harta dan anak. Alloh عزّوجلّ berfirman:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً
فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ شَهِيدٌ
"Pada hari ketika mereka dibangkitkan Alloh semuanya, lalu
diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Alloh
mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya.
Dan Alloh Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS. al-Mu-jadilah [58]: 6)
Dan juga firman Alloh سبحانه و تعالي:
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ
مِنْ خَيْرٍ مُّحْضَراً وَمَا عَمِلَتْ مِن سُوَءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا
وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَاللّهُ رَؤُوفُ
بِالْعِبَادِ
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan
dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya: ia
ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh: dan Alloh
memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Alloh sangat Penyayang kepada
hamba-hamba-Nya." (QS. Ali Imron [3]: 30)
Ketahuilah, sebagaimana
orang yang bergelut dalam dunia bisnis dan perdagangan, mereka menghitung
hasil usahanya di akhir bulan atau tahun. Demikian pula hendaknya seorang
muslim menghitung terhadap amalannya.
Bila pedagang menghitung
hasil usahanya untuk mengetahui untung dan rugi, adapun seorang muslim yang
dicari dengan introspeksi diri adalah keuntungan akhirat dengan meraih jiwa
yang bersih. Karena hal itu adalah inti kebahagiaan dirinya. Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ
مَن دَسَّاهَا
"Sesungguhnya beruntung lah orang yang menyucikan jiwa itu.
Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. asy-Syams [91]: 9-10)
3.Introspeksi diri akan
menghantarkan taubat kepada Alloh عزّوجلّ
Orang yang melihat
keadaan dirinya ternyata berada dalam kekurangan akan segera memperbaiki dan
bertaubat kepada Alloh عزّوجلّ
Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ
طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa
was-was dari setan, mereka ingat kepada Alloh, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. al-A'rof [7]: 201)
Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: "Seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan
selama dia introspeksi diri dan hal itu menjadi perhatiannya."(3)
4.Mengingatkan perhitungan
di akhirat
Seluruh hamba pasti akan
diadili Alloh عزّوجلّ. Sebelum kita mengalami,
ada baiknya kita introspeksi diri dan menghitung amalan sendiri. Alangkah
bagusnya ucapan sahabat mulia Umar bin Khoththob رضي
الله عنه tatkala berkata:
"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian
sebelum kalian ditimbang. Karena hal itu akan lebih ringan bagi kalian dalam
menghadapi hari hisab besok." (4)
5.Obat penyakit hati
Sebab utama munculnya
penyakit hati adalah bersumber dari diri sendiri. Tidaklah penyakit ini bisa
hilang kecuali dengan introspeksi dan berusaha mengubah diri pribadi menjadi
lebih baik. Alloh سبحانه
و تعالي berfirman:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya Alloh tidak mengubah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. ar-Ro'd [13]: 11)
Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Sesungguhnya seluruh penyakit hati itu berasal
dari jiwa. Seluruh kotoran bermuara pada jiwa, menyerap dan menjalar ke
seluruh anggota badan, dan yang pertama kali akan menerimanya adalah
hati."(5)
6.Disibukkan dengan aib
diri sendiri
Abu Darda رضي الله عنه berkata: "Tidaklah seseorang dikatakan faqih hingga dia
membenci manusia karena Alloh سبحانه و تعالي kemudian dia menilai dirinya sendiri, sehingga dia akan sangat
benci terhadap dirinya."(6)
_____________________________________
1 Taisir Karim ar-Rohman hlm.1014
2 Mukhtashor Minhajul Qoshidin hlm.471, Ahmad bin
Abdurrohman al-Maqdisi, Tahqiq: Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Bentuk-bentuk Intropeksi Diri
- Introspeksi diri sebelum beramal
Yang bisa dilakukan
untuk tujuan ini ialah dengan melihat dan memperhatikan keinginan jiwa ketika
akan berbuat. Hendaknya dia menilai apakah keinginan yang terlintas itu untuk
kebaikan dan ada manfaatnya ataukah kejelekan semata. Jika baik maka bisa
dikerjakan, namun jika tidak hendaknya dibatalkan. Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: "Semoga Alloh merahmati seseorang yang bisa menilai
ketika timbul keinginannya. Jika keinginannya karena Alloh dia teruskan, namun
apabila untuk selain-Nya dia akhirkan."(1)
Jenis muhasabah sebelum
beramal ini sangat penting untuk menimbang apakah amalan yang akan kita kerjakan
baik ataukah jelek, ikhlas karena Alloh عزّوجلّ ataukah ingin riya'. Agar benar-benar amalan kita diterima di sisi
Alloh عزّوجلّ dan tidak sekedar
beramal tanpa mempedulikan akibatnya, sehingga termasuk dalam firman Alloh عزّوجلّ yang berbunyi:
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَاراً
حَامِيَةً
"Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat
panas (neraka)." (QS. al-Ghosyiyah [88]:
3-4)
- Introspeksi diri setelah beramal
Jenis introspeksi ini ada tiga bentuk:
Ø
Introspeksi diri
terhadap ketaatan yang sudah dikerjakan akan tetapi masih ada celah-celah yang
kurang. Yang harus dipenuhi ketika mengerjakan ketaatan adalah ikhlas dan mutaba'ah Rosululloh صلي الله عليه وسلم . Hendaklah dua perkara ini menjadi inti perhatiannya dalam beramal.
Ø
Introspeksi diri
terhadap seluruh perbuatan yang bila ditinggalkan akan lebih baik daripada
dikerjakan. Contoh kongkretnya adalah bila mengerjakan kemaksiatan atau
mengerjakan perbuatan yang tidak wajib hingga perkara yang wajib terlalaikan,
seperti orang yang sholat tahajjud semalam suntuk hingga sholat subuhnya
terlewatkan.
Ø Introspeksi diri terhadap perkara yang boleh atau kebiasaan. Yaitu
dengan bertanya diri sendiri apakah saya mengerjakannya ada niat ibadah
ataukah sekedar rutinitas biasa. Karena perkara yang boleh bisa bernilai ibadah
jika diniatkan ibadah. Sahabat Mulia Mu'adz bin Jabal 4& pernah berkata:
أَمَّا أَنَا فَأَقُومُ وَأَنَامُ وَأَرْجُو
فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي
"Adapun saya, maka saya sholat dan tidur. Dan saya berharap
dalam tidur saya apa yang saya harapkan dalam sholat saya." (HR. al-Bukhori: 4086, Muslim: 1733)(2)
________________________________
1. HR. al-Baihaqi dalm Syu’akbul Iman: 5/458
2. Ighotsatul Lahfan: 1/162-164, Ibnul Qoyyim
Bagaimana
Anda Memulai Intropeksi Diri
Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Hendaknya
mulai dari perkara-perkara yang wajib, apabila menjumpai kekurangan maka
berusahalah untuk menutupnya. Kemudian perkara-perkara yang dilarang, jika
sadar bahwa dirinya pernah mengerjakan yang haram maka tambah lah dengan
taubat, istighfar dan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa. Kemudian
introspeksi diri terhadap perkara yang melalaikan dari tujuan hidup ini. Jika
selama ini banyak lalai, maka hilangkan lah kelalaian tersebut dengan banyak
dzikir, menghadap Alloh عزّوجلّ. Kemudian introspeksi
diri terhadap anggota badan, ucapan yang keluar dari lisan, langkah kaki yang
diayunkan, pandangan mata yang dilihat, telinga dalam hal yang didengarkan.
Tanyakanlah dalam diri, apa yang saya inginkan dengan ini, untuk siapa saya
kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya."(1)
_____________________
1. Ighotsatul Lahfan: 1/165
Dibalik
Kisah Mereka Terdapat Pelajaran
1.Umar Bin Khoththob رضي الله عنه
Anas bin Malik رضي الله عنه berkata: Suatu hari aku pernah pergi bersama Umar Bin Khoththob.
Tatkala beliau masuk ke sebuah kebun, saat itu antara aku dan beliau dipisahkan
dengan sebuah tembok, aku mendengarnya berkata: Umar bin Khoththob adalah
Amirul Mukminin, uh, tidak berguna!, demi Alloh, engkau taat kepada Alloh wahai
Ibnu Khoththob atau jika tidak engkau akan disiksa oleh-Nya!."(1)
2.Hanzholah al-Usaidi رضي الله عنه
Abu Bakr dan Hanzholah رضي
الله عنهما datang menemui Rosululloh صلي الله عليه وسلم. Hanzholah رضي الله عنه berkata: "Wahai Rosululloh, Hanzholah telah berbuat
nifak!." Rosululloh صلي
الله عليه وسلم menjawab: "Mengapa
bisa demikian wahai Hanzholah?" Hanzholah menjawab: "Wahai Rosululloh,
kami jika bersamamu, ingat surga, neraka, hingga seolah-olah kami melihatnya
dengan mata kepala langsung. Namun bila kami keluar dari sisimu, kami
tersibukkan dengan istri, anak dan mencari nafkah, sehingga kami banyak lupa
dan lalai." Mendengar hal itu Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda: "Demi
dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika kalian konsisten dengan keadaan kalian
seperti ketika berkumpul bersamaku dan selalu ingat, maka para malaikat akan
menyalami di tempat-tempat tidur kalian, di jalan-jalan kalian, akan tetapi
wahai Hanzholah, waktu, waktu beliau mengucapkannya tiga kali."(2)
3.Sufyan Bin Uyainah
Dia berkata: "Ada salah seorang dari kalangan salaf bertemu
saudaranya, lantas dia berkata: Wahai saudaraku, bertakwalah kepada Alloh, jika
engkau mampu tidak menyakiti orang yang engkau cintai maka lakukanlah!.
Laki-laki itu keheranan sambil bertanya: Apakah ada orang yang menyakiti orang
yang ia cintai? Salaf itu menjawab: Ya, jiwamu itu adalah sesuatu yang paling
berharga bagimu, apabila engkau bermaksiat kepada Alloh, sungguh engkau telah
menyakiti jiwamu!"(3)
4.Abdulloh Bin Mubarak
Suatu hari Abdulloh bin Mubarok pernah ditanya: "Mengapa
kamu tidak duduk-duduk bersama kami?" Beliau menjawab: "Aku pergi
bersama para sahabat dan tabi'in!" yang bertanya berkata: Di mana ada para
sahabat dan tabi'in? beliau menjawab: Aku pergi merenungi dan mempelajari ilmu
mereka, sehingga aku mendapati pengaruh ilmu dan amalan mereka. Namun, apa yang
bisa aku perbuat jika bersama kalian, kalian hanya meng-ghibah
manusia!"(4)
5.Ibrahim at-Taimiy
Dia berkata: "Aku ibaratkan diriku berada dalam surga, aku
makan buah-buahannya, minum dari sungainya dan berkumpul dengan para
bidadarinya. Dan aku ibaratkan juga bahwa diriku berada dalam neraka, aku makan
dari buah zaqumnya, minum dari lelehan apinya, berusaha melepaskan diri dari
rantai-rantai yang mengikat. Aku berkata kepada diriku: Wahai jiwa, apa yang
engkau inginkan? Jiwa berkata: Aku ingin dikembalikan ke dunia, sehingga aku
bisa beramal sholih. Aku berkata: engkau berada dalam angan-angan belaka,
beramallah!"(5)
____________________________
1 Muhasabah
an-Nafs No.23, Ibnu Abi Dunya
2 HR.
Muslim: 2750
3 Muhasabah
an-Nafs No.96
4 Hilyah
Auliya: 8/164
5 Muhasabah
an-Nafs No.34
Komentar
Posting Komentar